BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara telah membawa implikasi perlunya system pengelolaan
keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Semua dapat dicapai jika
seluruh penyelenggara Negara dari tingkat pimpinan sampai ditingkat pelaksana
mampu melaksanakannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai
dengan pertanggungjawaban, dilaksanakan secara tertib, terkendali, efisien dan
efektif.
Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, memerintahkan pengaturan lebih lanjut ketentuan
mengenai sistem pengendalian intern pemerintah secara menyeluruh dengan
Peraturan Pemerintah, yakni “Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan
menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara
menyeluruh”.
Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah
ini dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang
kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan
keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak. Untuk itu dibutuhkan suatu
sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada
suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif,
melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara,
dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun masalah yang di ambil dari
penulisan makalah ini adalah :
1. Apakah
yang di maksud dengan SPIP ?
2. Apa
tujuan dari SPIP ?
3. Apa
saja unsur – unsur dalam SPIP ?
4. Bagaimana
Penguatan Efektivitas Penyelenggaraan SPIP ?
1.3
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
definisi dari SPIP.
2.
Untuk mengetahui tujuan
dari SPIP .
3.
Untuk mengetahui unsur
– unsur dalam SPIP .
4.
Untuk mengetahui
Penguatan Efektivitas Penyelenggaraan SPIP .
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Definisi
Sistem Pengendalian Intern Adalah: Suatu
perencanaan yang meliputi struktur organisasi dan semua metode dan alat-alat
yang dikoordinasikan yang digunakan di dalam Entitas atau perusahaan dengan
tujuan untuk menjaga keamanan harta milik Entitas atau perusahaan, memeriksa
ketelitian dan kebenaran data akuntansi, mendorong efisiensi, dan membantu
mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah ditetapkan.
SPIP (Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah) adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara
menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP mewajibkan menteri/pimpinan
lembaga, gubernur dan bupati/walikota untuk melakukan pengendalian terhadap
penyelenggaraan kegiatan pemerintahannya.
2.2Tujuan SPIP
Tindakan pengendalian diperlukan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable
assurance) terhadap pencapaian efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan
penyelenggaraan pemerintahan negara. Pengendalian intern akan menciptakan
keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan akhir sistem pengendalian
intern ini adalah untuk mencapai efektivitas, efisiensi, transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
Pemerintah merasa perlu merumuskan SPIP karena telah terjadi perubahan dalam penganggaran, sistem pencatatan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Hal ini berdampak terhadap pendekatan sistem pengendalian internal, sehingga menjadi menjadi tanggung jawab setiap pimpinan instansi --yang tentunya akan dibantu oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Demi good governance, pengawasan intern dilakukan untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan sistem pengendalian intern. Sistem pengendalian yang semula berorientasi sekadar mematuhi ketentuan yang berlaku (compliance audit) akan menuju sebagai tindakan audit yang dapat mengukur akuntabilitas operasional organisasi (performance audit) dari kinerja aparat birokrasi.
2.3Unsur-unsur SPIP
Penerapan SPIP bersifat menyatu dan menjadi bagian
integral dari kegiatan Instansi Pemerintah. Ia bukan bagian terpisah dari
kegiatan, ataupun ditambahkan ke dalam kegiatan-kegiatan yang telah disusun.
Sebaliknya, SPIP berjalan bersama-sama dengan kegiatan lain dalam satuan kerja
instansi pemerintah. Ini tercermin dalam unsur-unsur yang ada dalam SPIP,
yaitu:
1) Lingkungan Pengendalian
PP Nomor 60/2008 mewajibkan Pimpinan Instansi
Pemerintah untuk menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang
menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian
Intern dalam lingkungan kerjanya. Hal ini merupakan komponen yang sangat
penting dan menjadi unsur dasar di dalam SPIP. Kemampuan pimpinan untuk
menciptakan dan memelihara lingkungan kerja yang kondusif akan menjadi motivasi
kuat bagi para pegawai untuk memberikan yang terbaik dalam pelaksanaan
pekerjaannya. Sebaliknya, pimpinan yang tidak/kurang kompeten dalam menciptakan
lingkungan yang positif akan berpotensi mempengaruhi pegawai untuk melakukan hal-hal
negatif yang dapat merugikan instansinya.
Untuk menciptakan lingkungan pengendalian seperti
dimaksud PP tersebut, pimpinan instansi dapat menerapkannya melalui:
a. Penegakan integritas dan
nilai etika
b. Komitmen terhadap kompetensi;
c. Kepemimpinan yang kondusif;
d. Pembentukan struktur
organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
e. Pendelegasian wewenang dan
tanggung jawab yang tepat;
f. Penyusunan dan penerapan
kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia;
g. Perwujudan peran aparat
pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan
h. Hubungan kerja yang baik
dengan Instansi Pemerintah terkait.
2) Penilaian Risiko
Penilaian risiko merupakan suatu proses
pengidentifikasian dan penganalisaan risiko-risiko yang relevan dalam rangka
pencapaian tujuan entitas dan penentuan reaksi yang tepat terhadap risiko yang
timbul akibat perubahan (Djasoerah:2010). Ini berarti bahwa penilaian risiko
dimulai dari penetapan tujuan dan berakhir dengan penentuan reaksi terhadap
risiko.
Oleh karena itu, pimpinan instansi pemerintah melakukan
penilaian resiko melalui beberapa tahap, yaitu:
a. Menetapkan tujuan instansi
dengan cara memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai,
realistis, dan terikat waktu.
b. Menetapkan tujuan pada
tingkatan kegiatan berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi
Pemerintah.
c. Melakukan identifikasi risiko
untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan faktor internal dengan
menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan
pada tingkatan kegiatan secara komprehensif.
d. Melakukan analisa risiko
untuk menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi terhadap
pencapaian tujuan Instansi Pemerintah.
Selanjutnya, pimpinan instansi menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima. Dalam
mempertimbangkan risiko, pimpinan Instansi Pemerintah mengambil keputusan
setelah dengan cermat menganalisis risiko terkait dan menentukan bagaimana
risiko tersebut diminimalkan (Penjelasan Pasal 7).
3) Kegiatan pengendalian;
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan
kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas
dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan
“kegiatan pengendalian” adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko
serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa
tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif
Kegiatan pengendalian dilaksanakan dalam bentuk:
a. Reviu atas kinerja Instansi
Pemerintah yang bersangkutan;
b. Pembinaan sumber daya
manusia;
c. Pengendalian atas pengelolaan
sistem informasi;
d. Pengendalian fisik atas aset;
e. Penetapan dan reviu atas
indikator dan ukuran kinerja;
f. Pemisahan fungsi;
g. Otorisasi atas transaksi dan
kejadian yang penting;
h. Pencatatan yang akurat dan
tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
i. Pembatasan akses atas sumber
daya dan pencatatannya;
j. Akuntabilitas terhadap sumber
daya dan pencatatannya; dan
k. Dokumentasi yang baik atas
Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting.
l. Informasi dan komunikasi;
Informasi
yang ada di dalam organisasi diidentifikasi, dicatat dan dikomunikasikan dalam
bentuk dan waktu yang tepat dengan cara yang efektif. Ini dilaksanakan mulai
dari pimpinan hingga ke seluruh pegawai yang ada di instansi pemerintah.Dengan
mengkomunikasikan informasi secara efektif, maka akan tercipta pengertian yang
sama di seluruh tingkat organisasi. Ini akan menghindarkan terjadinya
kesalahpahaman (misunderstanding) maupun distorsi informasi sehingga
pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi akan efektif untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Untuk
melakukan komunikasi efektif, maka pimpinan instansi:
a. Menyediakan dan memanfaatkan
berbagai bentuk dan sarana komunikasi;
b. Mengelola, mengembangkan, dan
memperbarui sistem informasi secara terus menerus.
4) Pemantauan pengendalian
intern.
Untuk memastikan apakah SPIP dijalankan dengan baik
oleh suatu instansi pemerintah, maka perlu dilakukan pemantauan. Pemantauan
akan menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa
rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti.
Pemantauan dilakukan melalui tiga cara, yaitu:
a. Pemantauan berkelanjutan,
diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan,
rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas
b. Evaluasi terpisah
diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas
Sistem Pengendalian Intern
c. Tindak lanjut rekomendasi
hasil audit dan reviu lainnya harus segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai
dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang
ditetapkan.
Dengan diterbitkannya PP Nomor 60 tahun 2008, setiap
instansi pemerintah berkewajiban menerapkan SPIP dalam kegiatannya. Penerapan
SPIP dengan baik dan benar akan meningkatkan citra instansi pemerintah karena
mampu mencapai tujuannya secara efektif dan efisien, menampilkan laporan
keuangan yang andal, serta menghindarkan negara dari kerugian karena memiliki
SDM yang taat pada peraturan.
Ada lima unsur SPIP yang mewajibkan pimpinan instansi
pemerintah untuk memiliki kompetensi tertentu dan melaksanakan tugas-tugas
tertentu. Untuk itu, sudah saatnya seluruh pimpinan instansi pemerintah
mempersiapkan dirinya dan organisasi yang dipimpinnya untuk menerapkan SPIP.
2.4Penguatan Efektivitas
Penyelenggaraan SPIP
Menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan
bupati/walikota bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan Sistem
Pengendalian Intern di lingkungan masing-masing. Untuk memperkuat dan menunjang
efektivitas Sistem Pengendalian Intern dilakukan:
1)
Pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi
Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara; dan
2)
Pembinaan penyelenggaraan SPIP.
Pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan
fungsi instansi pemerintah, melalui :
a. Audit;
b. Reviu;
c. Evaluasi;
d. Pemantauan; dan
e. Kegiatan pengawasan lainnya.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) tersebut,
terdiri atas:
a. BPKP;
b. Inspektorat Jenderal;
c. Inspektorat Provinsi;
d. Inspektorat Kabupaten/Kota ;
Pembinaan Penyelenggaraan SPIP. dilakukan oleh BPKP,
meliputi:
a. Penyusunan pedoman teknis
penyelenggaraan SPIP;
b. Sosialisasi SPIP;
c. Pendidikan dan pelatihan
SPIP;
d. Pembimbingan dan konsultansi
SPIP;
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) adalah
sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008 tentang SPIP mewajibkan menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan bupati/walikota
untuk melakukan pengendalian terhadap penyelenggaraan kegiatan pemerintahannya.
Tujuan akhir sistem
pengendalian intern ini adalah untuk mencapai efektivitas, efisiensi,
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
Unsur-unsur SPIP
1) Lingkungan Pengendalian
2) Penilaian Risiko
3) Kegiatan pengendalian;
4) Pemantauan pengendalian
intern.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
·
Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern
·
UU No 1 tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara
SE Kementerian Dalam Negeri No. 120/2536/SJ/ tanggal 25 juni 2010
SE Kementerian Dalam Negeri No. 120/2536/SJ/ tanggal 25 juni 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar