Untuk mendapatkan versi lengkap klik pada link http://affiliate.cloap.net/scripts/accesst.php?rk=0000tl00000i
Atau bisa anda kirim Email Pembelian kepada: jonefendypurba45@gmail.com
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian dan Tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan
1. Pengertian
Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan
dikembangkan di seluruh dunia, meskipun dengan berbagai macam istilah atau
nama. Mata kuliah pendidikan kewarganegaraan sering disebut juga civic education, citizenship education dan
democracy education. Berdasar rumusan
“Civic Intrnational” (1995), bahwa pendidikan demokrasi penting untuk
pertumbuhan civic culture.
Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta surat keputusan Direktur
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Nomor
43/DIKTI/Kep/2006, tentang Rambu–rambu Pelaksanaan Kelompok mata kuliah
Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia.
Oleh karena itu pendidikan kewarganegaraan diharapkan
intelektual Indonesia memiliki dasar kepribadian sebagai warga negara yang
demokratis, religious, berkemanusiaan dan berkeadaban.
2. Tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasarkan Keputusan DIRJEN DIKTI
No. 43/DIKTI/Kep/2006, tujuan pendidikan kewarganegaraan dirumuskan dalam visi,
misi dan kompetensi sebagai berikut.
Visi Pendidikan Kewarganegaraan di
perguruan tinggi adalah sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan
penyelenggaraan progam studi, bahwa mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa
yang harus memiliki visi intelektual, religious, berkeadaban, berkemanusiaan
dan cinta tanah air dan bangsanya.
Misi Pendidikan Kewarganegaraan adalah
untuk membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya, agar secara konsisten
mampu mewujudkan nilai–nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah
air dalam menguasai, menenrapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.
Kompetensi yang diharapkan mahasiswa adalah
untuk menjadi ilmuwan profesional yang memiliki rasa kebangsaan, cinta tanah
air, demokratis, berkeadaban.
B. Landasan Ilmiah dan Landasan Hukum
1.
Landasan Ilmiah
a.
Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan
Bahasa
pendidikan kewarganegaraan meliputi hubungan antara warganegara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahasa Pendidikan kewarganegaraan
meliputi hubungan antara warganegara dan Negara, serta pendidikan pendahuluan
bela Negara yang semua ini berpijak pada nilai-nilai budaya serta dasar
filosofi bangsa. Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk
menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, serta membentuk sikap dan prilaku
cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan dan filsafat bangsa pancasila.
Sebagai suatu perbandingan,
diberbagai Negara juga dikembangkan materi pendidikan umum (General
Education/Humanisties) sebagai pembekalan nilai-nilai yang mendasari sikap dan
prilaku warganegaranya.
1. Amerika Serikat: History, Humanity,
dan Philosophy.
2. Jepang : Japanese History, Ethics,
dan Philosophy.
3. Filipina: Philipino, Family Planning,
Taxation and Land Reform.
The Philiphine New
Constitution dan Study of Human Rights.
Di
beberapa Negara dikembangkan pula bidang studi yang sejenis dengan pendidikan
kewarganegaraan, yaitu yang dikembangkan pula bidang studi yang sejenis dan
pendidikan kewarganegaraan, yaitu yang dikenal dengan Civies Education.
b.
Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan
Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas
dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu.
Objek formal adalah sudut pandang tertentu yang
dipilih untuk membahas objek material tersebut.
Substansi kajian pendidikan kewarganegaraan mencakup:
1. Filsafat Nasional
2. Identitas Nasional
3. Negara dan Konstitusi
4. Demokrasi Indonesia
5. Rule Of Law dan Hak Asasi
Manusia
6. Hak dan Kewajibann Warga
Negara serta Negara
7. Geopolitik Indonesia
8. Geostrategi Indonesia
c. Rumpun Keilmuan
Pendidikan Kewarganegaraan dapat disejajahkan dengan Civic
Education yang dikenal di berbagai Negara. Pendidikan kewarganegaran bersifat
antardisipliner (antar bidang) bukan monodisipliner, karena kumpulan
pengetahuan yang membangun ilmu kewarganegaraan ini diambil dari berbagai
disiplin ilmu. Oleh karena itu upaya pembahasan dan pengembanangannya
memerlukan sumbangan dai berbagai disiplin ilmu yang meliputi ilmu politik,
ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu sosiolog, ilmu administrasi Negara, ilmu
ekonomi pembangunan, sejarah perjuangan bangsa dan ilmu budaya.
2. Landasan Hukum
1.
UUD 1945
1)
Pembukaan UUD 1945, khusus alinea kedua
dan keempat, yang memuat cita-cita tujuan dan aspirasi bangsa Indonesia tentang
kemerdekaannya.
2)
Pasal 27 (1) menyatakan bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
3)
Pasal 30 (1) menyatakan bahwa tiap-tiap
warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara.
4)
Pasal 31 (1) menyatakan bahwa tiap-tiap
warga Negara berhak mendapatkan pengajaran.
2. Ketetapan MPR No. II/MPR/1999
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 1982
1)
Pasal 18 (a)
2)
Pasal 19 (2)
4. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
5. Pelaksanaannya berdasarkan
surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional Nomor 43/DIKTI/Kep/2006
BAB II
FILSAFAT PANCASILA
A. Pengertian
Filsafat
Filsafat adalah mengandung makna cinta kebijaksanaan. Jadi manusia
dalam kehidupan pasti memilih apa pandangan dalam hidup yang dianggap paling
benar, paling baik dan membawa kesejahteraan dalam kehidupannya, dan pilihan
manusia sebagai suatu pandangan dalam hidupnya.
Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah
tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut:
Petama
: Filsafat sebagi produk mencakup
pengertian
a. Pengertian
filsafat mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep
dari filsuf pada zaman dahulu, teori, sistem atau pandangan tertentu.
b. Filsafat
sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagia hasil dari
aktivitas berfilsafat.
Kedua : Filsafat sebagai suatu proses mencakup
pengertian
Filsafat merupakan suatu system
pengetahuan yang bersifat dinamis.Tetapi lebih merupakan suatu aktivitas
berfilsafat, suatu proses yang dinamis dengan menggunakan suatu cara dan metode
tersendiri.
B.
Pengertian Pancasila sebagai Suatu Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan,
saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan keseluruhan merupakan suatu
kesatuan yang utuh,sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Suatu kesatuan
bagian-bagian
2. Bagian-bagian
tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3. Saling
berhubungan, saling ketergantungan
4. Kesemuanya
dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
5. Terjadi dalam
suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voich, 1974:22)
Maka dasar filsafat negara Pancasila adalah suatu kesatuan
yang bersifat majemuk tunggal (jamak satu).
Pancasila pada hakikatnya merupakan sistem, bahwa
bagian-bagian dan sila-silanya saling berhubungan secara erat sehingga membetuk
suatu struktur yang menyeluruh.
C. Kesatuan
Sila-Sila Pancasila
1. Susunan Pancasila yang bersifat Hierarkhis
dan Berbentuk Piramidal
Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal
digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila dari Pancasila dalam
urut-urutan luas (kwantitas) dan juga dalam sifat-sifatnya (kwalitas).
Secara
ontologis kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem bersifat hierarkhis
dan berbentuk piramidal adalah:
(Sila 1) Segala sesuatu yang ada sebagai akibatnya
adanya Tuhan.
(Sila 2) Manusia adalah sebagai subjek pendukung
pokok negara, negara adalah
sebagai persekutuan hidup bersama
yang anggotanya adalah manusia.
(Sila 3) Negara adalah sebagai akibat adanya manusia
yang bersatu.
(Sila 4) Rakyat adalah sebagai totalitas
Individu-individu dalam negar yang bersatu.
(Sila 5) Keadilan pada hakikatnya merupakan tujuan
suatu keadilan dalam hidup
bersama
atau dengan kata lain keadilan sosial.
2. Kesatuan Sila-sila Pancasila yang saling
Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
Tiap-tiap
sila seperti telah disebutkan di atas mengandung empat sila lainnya,
dikualifikasi oleh empat sila lainnya dengan rumus hierarkhis, sebagai berikut:
Sila 1: Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila 2: Kemanusiaan yang adil dan beradab
Sila 3: Persatuan Indonesia
Sila 4: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
Sila 5: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
D. Kesatuan
Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan system
filsafat memiliki, dasar ontologis, dasar epistemologis dan dasar aksiologis
sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme,
pragmatisme, komunisme, idealisme dan lain paham filsafat di dunia.
(Notonagoro, 1984: 61 dan 1975: 52, 57).
1.
Dasar Ontologis Sila-Sila Pancasila
Dasar ontologis Pancasila pada
hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut
sebagai dasar antropologis. Subyek
pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia.
Manusia sebagai pendukung pokok
sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu
terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa jasmani dan rohani, serta kedudukan
kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan
kodrat makluk Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Dasar Epistemologis Sila-Sila Pancasila
Dasar epistemologis Pancasila pada
hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya Pancasila sebagai
suatu idiologi bersumber pada nila-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila
(Soeryanto, 1991:32)
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologis
yaitu:
Pertama tentang sumber pengetahuan manusia,
Kedua tentang teori kebenaran
pengetahuan manusia, Ketiga tentang
watak pengetahuan manusia (Titus, 1984: 20).
Dasar-dasar
rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila Pancasila. Susunan
isi arti Pancasila meliputi tiga hal yaitu: Pertama
umum universal . Kedua umum kolektif. Ketiga khusus dan kongkrit.
3.
Dasar Aksiologis Sila-Sila Pancasila
Dasar aksiologis sila-sila pancasila
yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang merupakan suatu
kesatuan. Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai.
a. Teori Nilai
Segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada
serta
bagaimana
hubungan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat beranekaragam.
Menurut
Max
Scheler nilai-nilai
dikelompokkan:
1.
Nilai-nilai kenikmatan
2.
Nilai-nilai kehidupan
3.
Nilai-nilai kejiwaan
4.
Nilai-nilai kerohanian
Menurut
G.Everet
nilai-nilai dikelompokkan:
1.
Nilai-nilai ekonomis
2.
Nila-nilai kejasmanian
3.
Nilai-nilai hiburan
4.
Nilai-nilai sosial
5.
Nilai-nilaiwatak
6.
Nilai-nilai estetis
7.
Nilai-nilai intelektual
8.
Nilai keagamaan
Menurut Notonagoro
nilai-nilai dikelompokkan:
1.
Nilai Material
2.
Nilai Vital
3. Nilai Kerokhanian, dibedakan menjadi empat:
a.
Nilai kebenaran
b.
Nilai keindahan
c.
Nilai kebaikan
d.
Nilai religious
b.
Nila-nilai Pancasila sebagai Suatu Sistem
Pengertian Pancasila merupakan suatu
sistem nilai yang saling berkaitan, saling berhubungan secara erat, bahkan
saling mengkualifikasi.
E. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi
Bangsa dan Negara Republik Indonesi
1.
Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat
Negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan
suatu dasar filsafat yang bersifat sistematis.
2.
Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar
filsafat Negara Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu sumber dari hukum
dasar dalam Negara Indonesia.
Nilai-nilai
Pancasila juga merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan kenegaraan.
F. Pancasila
sebagai ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
Istilah ideology berasal dari kata
idea yang berarti gagasan, konsep, pengetian dasar, cita-cia dan logos yang
berarti ilmu. Kata idea berasal dari kata bahasa yunani eidos yang artinya
bentuk. Disamping itu ada kata idein yang artinya melihat. Maka secara harfiah,
ideology berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian
sehari-hari, idea disamakan artinya dengan cita-cita. Cita-cita dimaksud adalah
cita-cita bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat
tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham.
Sehingga Ideologi mencakup
pengertian tentang idea-idea, pengertian dasar, gagasan dan cita-cita.
Pancasila sebagai ideologi bangsa
dan Negara Indonesia berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa, dan
bukannya mengangkat atau mengambil ideology dari bangsa lain.
G. Makna
Nilai-nilai Setiap Sila Pancasila
Bahwa makna sila-sila pancasila
senantiasa dalam hubungannya sebagai sistem filsafat. Nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap sila adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab
3. Persatuan
Indonesia
4. Kerakyatan
yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
H. Pancasila sebagai Dasar Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara
Filsafat Pancasila sebagai dasar kehidupan kebangsaan dan kenegaraan
adalah merupakan Identitas Nasional Indonesia. Hal ini didasarkan pada suatu
realitas bahwa kausa materialis atau asal nilai-nilai Pancasila adalah
bangsa Indonesia sendiri. Selain itu filsafat Pancasila merupakan dasar dari
Negara dan Konstitusi (Undang-Undang Dasar Negara) Indonesia.
BAB III I
DENTITAS NASIONAL
A. Pengrtian Identitas Nasional
Identitas Nasional suatu bangsa
tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau kepribadian suatu
bangsa.Identitas nasional secara dinamis, bangsa Indonesia harus memiliki visi
yang jelas dalam melakukan refomasi, melalui dasar filosofi bangsa dan negara yaitu
Bhineka Tunggal Ika, yang terkandung dalam filosofi Pancasila.
Agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi
globalisasi maka harus tetap meletakkan jatidiri dan identitas nasional yang
merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan
kreatifitas budaya globalisasi. Istilah “identitas nasional” secara
terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara
filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.
Dalam hubungannya dengan identitas
nasional secara dinamis, dewasa ini bangsa Indonesia harus memiliki visi yang
jelas dalam melakukan reformasi, melalui dasar filosofi bangsa dan negara yaitu
bhineka tunggal ika, yang terkandung dalam filosofi Pancasila. Masyarakat harus
semakin terbuka, dan dinamis namun harus berkeadaban serta kesadaran akan
tujuan hidup bersama dalam berbangsa dan bernegara. Dengan kesadaran akan
kebersamaan dan persatuan tersebut maka insyaAllah bangsa Indonesia akan mampu
mengukir identitas nasionalnya secara dinamis di dunia internasional.
B. Faktor-faktor Pendukung Kelahiran Identitas
Nasional
1. Faktor
Objektif, yang meliputi faktor geografis, ekologis dan demografis
2. Faktor Subjektif, yaitu faktor historis,
sosial, politik dan Kebudayaan
C. Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas
Nasional
Pancasila sebagai dasar filsafat
bangsa dan negara Indonesia pada hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya
dan keagamaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai kepribadian bangsa.
Proses perumusan materi Pancasila secara formal tersebut dilakukan dalam
sidang-sidang BPUPKI pertama, sidang “panitia 9”, sidang BPUPKI kedua, serta
akhirnya disyahkan secara formal yuridis sebagai dasar filsafat negara Republik
Indonesia.
Sejarah Budaya Bangsa sebagai Akar
Identitas Nasional
Kepribadian, jati diri, serta identitas nasional Indonesia
yang terumuskan dalam filsafat Pancasila harus dilacak dan dipahami melalui
sejarah terbentuknya bansa Indonesia sejak zaman Kutai, Sriwijaya, Majapahit,
serta kerajaan lainnya sebelum penjajahan bangsa asing di Indonesia.
BAB VI
DEMOKRASI INDONESIA
A. Demokrasi dan
Implementasinya
Dalam hubungannya dengan
implementasi ke dalam system pemerintahan, demokrasi juga melahirkan sistem
yang bermacam-macam seperti, sistem presidensil, sistem parlementer, sistem
referendum (meletakkan pemerintah sebagai bagian/ badan pekerja dari parlemen).
Di beberapa Negara ada yang menggunakan sistem campuran antara presidensial
dengan parlementer.
B. Arti dan
Perkembangan Demokrasi
Secara
etimologis Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, "demos"
berarti rakyat dan "kratos/kratein" berarti kekuasaan. Konsep dasar
demokrasi berarti "rakyat berkuasa" (government of rule by the
people). Ada pula definisi singkat untuk istilah demokrasi yang diartikan
sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Namun demikian penerapan demokrasi diberbagai negara di dunia, memiliki ciri
khas dan spesifikasi masing-masing, yang lazimnya sangat dipengaruh oleh ciri
khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu Negara
Demokrasi mempunyai arti yang penting bagi masyarakat yang menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi dijamin. Oleh sebab itu, hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi rakyat kendati secara operasional implikasinya di berbagai negara tidak selalu sama. Sekedar untuk menunjukkan betapa rakyat diletakkan pada posisi penting dalam asas demokrasi ini berikut akan dikutip beberapa pengertian demokrasi.
Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat (Noer, 1983: 207). Jadi, negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiru atau asas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.
Demokrasi mempunyai arti yang penting bagi masyarakat yang menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi dijamin. Oleh sebab itu, hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi rakyat kendati secara operasional implikasinya di berbagai negara tidak selalu sama. Sekedar untuk menunjukkan betapa rakyat diletakkan pada posisi penting dalam asas demokrasi ini berikut akan dikutip beberapa pengertian demokrasi.
Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat (Noer, 1983: 207). Jadi, negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiru atau asas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.
Dalam
hubungan ini menurut Henry B. Mayo bahwa sistem politik demokratis adalah
sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar
mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam
pemilihan-pemilihann berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik (Mayo, 1960:70)
Meskipun dari berbagai pengertian itu terlihatbahwa rakyat diletakkan pada posisi sentral "rakyat berkuasa" (government of role by the people) tetapi dalam praktiknya oleh UNESCO disimpulkan bahwa ide demokrasi itu dianggap ambiguous atau memiliki arti ganda, sekurang-kurangnya ada ambiguity atau ketidaktentuan mengenai lembaga-lembaga atau cara-car yang dipakai untuk melaksanakan ide atau mengenai keadaan kultural serta historis yang mempengaruhi istilaj ode dan praktik demokrasi (Budiarjo, 1982:50). hal ini bisa dilihat betapa negara-negara yang sama menganut asas demokrasi ternyata mengimplementasikannya secara tidak sama. Ketidaksamaan tersebut bahkan bukan hanya pada pembentukan lembaga-lembaga atau aparatur demokrasi, tetapi juga menyangkut perimbangan porsi yang terbuka bagi peranan maupun pernan rakyat.
Meskipun dari berbagai pengertian itu terlihatbahwa rakyat diletakkan pada posisi sentral "rakyat berkuasa" (government of role by the people) tetapi dalam praktiknya oleh UNESCO disimpulkan bahwa ide demokrasi itu dianggap ambiguous atau memiliki arti ganda, sekurang-kurangnya ada ambiguity atau ketidaktentuan mengenai lembaga-lembaga atau cara-car yang dipakai untuk melaksanakan ide atau mengenai keadaan kultural serta historis yang mempengaruhi istilaj ode dan praktik demokrasi (Budiarjo, 1982:50). hal ini bisa dilihat betapa negara-negara yang sama menganut asas demokrasi ternyata mengimplementasikannya secara tidak sama. Ketidaksamaan tersebut bahkan bukan hanya pada pembentukan lembaga-lembaga atau aparatur demokrasi, tetapi juga menyangkut perimbangan porsi yang terbuka bagi peranan maupun pernan rakyat.
Memang
sejak dimunculkannya kembali asa demokrasi yaitu setelah tenggelam beberapa
abad dari permukaan Eropa telah menimbulkan masalah tentang siapakah sebenarnya
yang lebih berperan dalam menentukan jalannya negara sebagai organisasi
tertinggi. Pemakaian demokrasi sebagai prinsip-prinsip hidup bernegara
sebenarnya telah melahirkan fiksi-yuridis bahwa negara adalah milik masyarakat,
tetapi pada fiksi-yuridis telah terjadi tolak-tarik kepentingan, atau kontrol,
tolak-tarik antara negara-masyarakat, karena kemudian negara terlihat memiliki
pertumbuhannya sendiri sehingga lahirlah konsep tentang negara organis
(Mahasin, 1982:2)
Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani Kuni dan dipraktikkan dalam hidup bernegara antara abad ke-4 sebelum masehi sampai abad 6 masehi. dilihat dari pelaksanaannya, demokrasi yang dipraktekkan bersifat langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langusng ini dapat dilaksanakan secara efektif karena Negara Kota (city state) Yunani Kuno berlangsung dalam kondisi sederhana. Ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang resmi merupakan sebagian kecil dari seluruh penduduk. Sebagian besar yang terdiri dari budak belian, pedagang asing, perempuan, dan anak-anak tidak dapat menikmati hak demokrasi (Budiarto, 1982:54).
Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani Kuni dan dipraktikkan dalam hidup bernegara antara abad ke-4 sebelum masehi sampai abad 6 masehi. dilihat dari pelaksanaannya, demokrasi yang dipraktekkan bersifat langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langusng ini dapat dilaksanakan secara efektif karena Negara Kota (city state) Yunani Kuno berlangsung dalam kondisi sederhana. Ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang resmi merupakan sebagian kecil dari seluruh penduduk. Sebagian besar yang terdiri dari budak belian, pedagang asing, perempuan, dan anak-anak tidak dapat menikmati hak demokrasi (Budiarto, 1982:54).
Masyarakat
abad pertengahan terbelenggu oleh kekuasaan feodal dan kekuasaan
pemimpin-pemimpin agama, sehingga tenggelam dalam apa yang disebut sebagai masa
kegelapan. Kendati begitu, ada sesuatu yang penting berkenaan dengan demokrasi
pada abad pertengahan itu, yakni lahirnya dokumen Magna Charta (piagam besar),
sesuatu piagam yang berisi semacam perjanjian antara beberapa bangsawan dan
Raja Jhon di Inggris bahwa Raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan
previleges bahwasanya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan
perang dan lainnya.
Ranaissance
adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani
Kuno. Massa renaissance adala masa ketika orang mematahkan semua ikatan yang
ada dan menggantikan dengan kebebasan bertindak yang seluas-luasnya sepanjang
sesuai dengan yang dipikirkan , karena dasar ide ini adalah kebebasan berpikir
dan bertindak bagi manusia tanpa boleh ada orang lain yang menguasai atau
membatasi dengan ikatan-ikatan.
Selain
renaissance, peristiwa lain yang mendorong timbulnya kembali
"demokrasi" yang sebelumnya tenggelam dalam abad pertengahan adalah
terjadinya Reformasi, yakni revolusi agama. Dua kejadian (Renaissance dan
Reformasi) ini telah mempersiapkan Eropa masuk ke dalam Aufklarung (Abad Pemikiran)
dan Rasionalisme yang mendorong mereka untuk memerdekakan pikiran dari
batas-batas yang ditentukan.
Tampak
bahwa teori hukum alam merupakan usaha untuk mendobrak pemerintahan absolut dan
menetapkan hak-hak politik rakyat dalam suatu asas yang disebut demokrasi (pemerintah
rakyat). Dari pemikiran tentang hak-hak politik rakyatr dan pemisahan kekuasaan
ini terlihat munculnya kembali ide pemerintahan rakyat (demokrasi).
tetapi dalam kemunculannya sampai saat ini demokrasi telah melahirkan dua
konsep demokrasi yang berkaitan dengan peranan masyarakat, yaitu demokrasi
konstitusional abad ke-19 dan demokrasi konstitusional abad ke-20 yang keduanya
senantiasa dikaitkan pada konsep negara hukum (Mahfud, 1999:20)
C. Bentuk-bentuk
Demokrasi
Formal
demokrasi menunjuk pada demokrasi dalam arti system pemerintahan. Hal ini dapat
dilihat dalam berbagai pelaksanaan demokrasi di berbagai Negara. Dalam suatu
Negara misalnya dapat diterapkan demokrasi dengan menerapkan system
presidensial atau sistem parlementer.
Sistem
Presidensial : sistem ini menekankan pentingnya pemilihan presiden secara
langsung, sehingga presiden terpilih mendapatkan mandat secara langsung dari
rakyat. Dalam sistem ini kekuasaan eksekutif (kekuasaan menjalankan permintaan)
sepenuhnya berada di tangan presiden.
Sistem
Parlementer : Sistem ini menerpakan model hubungan yang menyatu antara
kekuasaan eksekutif dan legeslatif. Kepala eksekutif (head of government)
adalah berada di tangan seorang perdana menteri. Adapun kepala Negara (head of
state) adalah berada pada seorang ratu, misalnya di Negara Inggris atau ada
pula yang berada pada seorang presiden misalnya di India.
1. Demokrasi Perwakilan Liberal
Prinsip
demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa manusia adalah
sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi ini
kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.
2. Demokrasi Satu Partai dan Komunisme
Demokrasi
satu partai lazimnya dilaksanakan di negara-negara komunis. Kebebasan formal
berdasalkan demokrasi liberal menghasilkan kesenjangan kelas yang semakin lebar
dalam masyarakat dan akhirnya kapitalislah yang menguasai negara.
D. Demokrasi
Indonesia
1. Perkembangan Demokrasi di
Indonesia
Masalah
pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah bagaimana meningkatkan
kehidupan ekonomi dan membangun kehidupan sosial dan politik yang demokratis
dalam masyarakat yang beraneka ragam pola adat budayanya.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode :
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode :
1.
Periode 1945-1959, masa demokrasi parlementer
2.
Periode 1959-1965, masa demokrasi terpimpin
3.
Periode 1966-1998, masa demokrasi Pancasila era Orde Baru
4.
Periode 1999-sekarang, masa demokrasi Pancasila era Reformasi
2. Pengertian Demokrasi menurut UUD 1945
a. Seminar Angkatan
Darat II (Agustus 1966)
1) Dalam bidang Politik
& Konstitusional.
Menurut UUD 1945,
demokrasi berarti menegakkan kembali asas-asas negara hukum dimana kepastian
hukum dirasakan oleh segenap warga negara. Hak-hak asasi manusia baik dalam
aspek kolektif maupun dalam aspek perorangan dijamin, dan penyalahgunaan
kekuasaan dapat dihindarkan secara intitusional.
2) Dalam bidang Ekonomi.
Demokrasi berarti
Kehidupan yang layak bagi semua warga negara. Mencakup :
·
Pengawasan oleh rakyat terhadap
penggunaan kekayaan dan keuangan negara
Koperasi
Koperasi
·
Pengakuan atas hak milik perorangan dan
kepastian hukum dalam penggunaannya
Peranan pemerintahan yang bersifat pembinaan, penunjuk jalan serta pelindung.
Peranan pemerintahan yang bersifat pembinaan, penunjuk jalan serta pelindung.
b. Munan III Persahi :
The Rule of Law (Desember 1966)
Asas
negara hukum Pancasila mengandung prinsip :
1) pengakuan
dan perlindungan hak asasi yang mengandung persamaan dalam politik , hukum,
sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan.
2) Peradilan
yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatu kekuasaan/kekuatan
lain apapun.
3) Jaminan
kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan kepastian hukum yaitu
jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman
dalam melaksanakannya
c. Simposium hak-hak
Asasi Manusia (Juni 1967)
Persoalan hak-hak asasi
manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun mendatang harus ditinjau
dalam rangka keharusan kita untuk mencapai kesetimbangan yang wajar diantara 3
hal :
1) Adanya
pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan,
2) Adanya
kebebasan yang sebesar-besarnya
3) perlunya
untuk membina suatu "rapidlyexpandingeconomy" (pengenmbangan ekonomi
secara cepat).
3. Demokrasi Pasca Reformasi
Dalam
suatu negara yang menganut sistem demokrasi harus berdasarkan pada suatu
kedaulatan rakyat. Kekuasaan pemerintahan negara ditangan rakyat mengandung
pengertian tiga hal :
1. Pemerintah
dari rakyat (government of the people)
2.
Pemerintahan oleh rakyat (government by people)
3.
Pemerintahan untuk rakyat (government for people)
Struktur Pemerintahan Indonesia
berdasarkan UUD 1945
1. Demokrasi
Indonesia Sebagaimana Dijabarkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen
2002
Secara umum dalam
sistem pemerintahan yang demokratis senantiasa mengandung unsur yang paling
penting dan mendasar, yaitu:
- Keterlibatan
warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
- Tingkat
persamaan tertentu diantara warga negara.
- Tingkat
kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh warganegara.
- Suatu
sistem perwakilan
- Suatu
sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.
2. Penjabaran
Demokrasi menurut UUD 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca
Amandemen 2002
Berdasarkan ciri-ciri
sistem demokrasi tersebut maka penjabaran demokrasi dalam ketatanegaraan
Indonesia dapat ditemukan dalam konsep demokrasi sebagaimana terdapat dalam UUD
1945 sebagai "Staatfundamentalnorm" yaitu ".. Suatu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.. " (ayat 2). Oleh
karena itu "rakyat" adalah merupakan paradigma sentral kekuasaan
negara. Adapun rincian struktural ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
demokrasi menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut :
a) Konsep
Kekuasaan
Konsep kekuasaan negara
menurut demokrasi adalah :
1.)
Kekuasaan ditangan rakyat
(a) Pembukaan UUD alinea IV
“…Maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD RI yang
berkedaulatan rakyat…”
(b) Pokok
pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
“Negara
yang berkedaulatan rakyyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan
perrwakilan” (pokok pikiran III)
(c) UUD 1945
Pasal 1 ayat (1)
“Negara Indonesia ialah
Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”
(d) UUD
1945 Pasal 1 ayat (2)
“Kedaulatan
adalah di tangan rakyat dan dilakukan menurut undang-undang dasar” Jadi,
kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat dan realisasinya diatur dalam UUD.
Sebelum dilakukan amandemen kekuasaan tertinggi dilakukan oleh MPR.
2.)
Pembagian kekuasaan
Pembagian
kekuasaan menurut demokrasi :
1.
Kekuasaan Eksekutif, didelegasikan
kepada Presiden (pasal 4 ayat (1) UUD 1945)
2.
Kekuasaan Legislatif, didelegasikan
kepada Preisiden, DPR, dan DPD pasal 5 ayat (1), pasal 19 dan pasal 22 C
UUD 1945.
3.
Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan
kepada MA pasal 24 ayat (1) UUD 1945.
4.
Kekuasaan Inspektif atau pengawasan
didelegasikan kepada BPK dan DPR. Dalam UUD 1945 pasal 20 ayat (1) “… DPR juga
memiliki fungsi pengawasan terhadap presiden selaku penguasa eksekutif”.
5.
Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada
kekuasaan Konsultatif, didelegasikan kepada DPA, pasal 16 UUD 1945. Artinya DPA
dihapuskan karena berdasarkan kenyataan pelaksanaan kekuasaan Negara fungsinya
tidak jelas.
3.)
Pembatasan Kekuasaan
Pembatasan
kekuasaan menurt konsep UUD 1945, dapat dilihat melalui mekanisme 5 tahunan
kekeuasaan:
(a)
Pasal 1 ayat (2) “kedaulatan ditangan
rakyat…”
Pemilu untuk membentuk MPR dan DPR setiap 5 tahun sekali.
Pemilu untuk membentuk MPR dan DPR setiap 5 tahun sekali.
(b)
MPR memilki kekuasaan melakukan
perubahan UUD, melantik Presiden dan Wapres,serta melakukan impeachment
terhadap presiden jika melanggar konstitusi.
(c)
Pasal 20 A ayat (1),”DPR memiliki fungsi
pengawasan.” Yang berarti mengawasi pemerintahan selama jangka waktu 5 tahun.
(d)
Rakyat kembali mengadakan Pemilu setelah
membentuk MPR dan DPR (rangkaian kegiatan 5 tahunan sebagai periodesasi kekuasaan.
(e)
Konsep Pengambilan Keputusan
Pengambilan
keputusan menurut UUD 1945 dirinci sebagai berikut :
(1) Penjelasan
UUD 1945 tentang Pokok Pikiran III, “… Oleh karena itu sistem Negara yang
terbentuk dalam UUD 1945, harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasarkan
atas permusyawaratan/perwakilan.”
(2) Putusan
MPR ditetapkan dengan suara terbanyak, misalnya pasal 7B ayat 7.
c)
Konsep Pengawasan
Konsep
Pengawasan menurut UUD 1945 ditentukan sebagai berikut :
(1) Pasal
1 ayat (2), “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan menurut UUD.”
(2) Pasal
2 ayat (1), “MPR terdiri atas DPR dan anggota DPD”
(3) DPR
senantiasa mengawasi tindakan Presiden.
d)
Konsep Partisipasi
Konsep
partisipasi menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut :
(1) Pasal
27 ayat (1), “Segala warganegara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tiada
kecualinya.”
(2) Pasal
28, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan UU.”
(3) Pasal
30 ayat (1), ”Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan Negara.”
Konsep partisipasi
menyangkut seluruh aspek kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan yang terbuka
untuk seluruh warga Negara Indonesia.
Demokrasi Indonesia mengandung suatu pengertian bahwa rakyat adalah sebagai unsur sentral, oleh karena itu pembinaan dan pengembangannya harus ditunjang oleh adanya orinentasi baik pada nilai-nilai yang universal yakni rasionalisasi hukum dan perundang-undangan juga harus ditunjang norma-norma kemasyarakatan yaitu tuntutan dan kehendak yang berkembang dalam masyarakat.
Demokrasi Indonesia mengandung suatu pengertian bahwa rakyat adalah sebagai unsur sentral, oleh karena itu pembinaan dan pengembangannya harus ditunjang oleh adanya orinentasi baik pada nilai-nilai yang universal yakni rasionalisasi hukum dan perundang-undangan juga harus ditunjang norma-norma kemasyarakatan yaitu tuntutan dan kehendak yang berkembang dalam masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar