TERSEDIA UNTUK ANDA

Cari Hotel Murah ? Diskon hingga 70%

Jumat, 22 Januari 2016

RESENSI LENGKAP BUKU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PADA PERGURUAN TINGGI



 Untuk mendapatkan versi lengkap klik  pada link http://affiliate.cloap.net/scripts/accesst.php?rk=0000tl00000i

Atau bisa anda kirim Email Pembelian kepada: jonefendypurba45@gmail.com

  http://affiliate.cloap.net/scripts/accesst.php?rk=0000tl00000i

BAB I
PENDAHULUAN

A.        Pengertian dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di seluruh dunia, meskipun dengan berbagai macam istilah atau nama. Mata kuliah pendidikan kewarganegaraan sering disebut juga civic education, citizenship education dan democracy education. Berdasar rumusan “Civic Intrnational” (1995), bahwa pendidikan demokrasi penting untuk pertumbuhan civic culture.
Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta surat keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Nomor 43/DIKTI/Kep/2006, tentang Rambu–rambu Pelaksanaan Kelompok mata kuliah Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia.
Oleh karena itu pendidikan kewarganegaraan diharapkan intelektual Indonesia memiliki dasar kepribadian sebagai warga negara yang demokratis, religious, berkemanusiaan dan berkeadaban.

2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasarkan Keputusan DIRJEN DIKTI No. 43/DIKTI/Kep/2006, tujuan pendidikan kewarganegaraan dirumuskan dalam visi, misi dan kompetensi sebagai berikut.
Visi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan progam studi, bahwa mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang harus memiliki visi intelektual, religious, berkeadaban, berkemanusiaan dan cinta tanah air dan bangsanya.

Misi Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya, agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai–nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menenrapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.
Kompetensi yang diharapkan mahasiswa adalah untuk menjadi ilmuwan profesional yang memiliki rasa kebangsaan, cinta tanah air, demokratis, berkeadaban.

B.        Landasan Ilmiah dan Landasan Hukum
1.  Landasan Ilmiah
a.  Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan
Bahasa pendidikan kewarganegaraan meliputi hubungan antara warganegara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahasa Pendidikan kewarganegaraan meliputi hubungan antara warganegara dan Negara, serta pendidikan pendahuluan bela Negara yang semua ini berpijak pada nilai-nilai budaya serta dasar filosofi bangsa. Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, serta membentuk sikap dan prilaku cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan dan filsafat bangsa pancasila.
            Sebagai suatu perbandingan, diberbagai Negara juga dikembangkan materi pendidikan umum (General Education/Humanisties) sebagai pembekalan nilai-nilai yang mendasari sikap dan prilaku warganegaranya.
1. Amerika Serikat: History, Humanity, dan Philosophy.
2. Jepang : Japanese History, Ethics, dan Philosophy.
3. Filipina: Philipino, Family Planning, Taxation and Land Reform.
The Philiphine New Constitution dan Study of Human Rights.
Di beberapa Negara dikembangkan pula bidang studi yang sejenis dengan pendidikan kewarganegaraan, yaitu yang dikembangkan pula bidang studi yang sejenis dan pendidikan kewarganegaraan, yaitu yang dikenal dengan Civies Education.
b.      Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan
Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu.
Objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek material tersebut.
Substansi kajian pendidikan kewarganegaraan mencakup:
1.      Filsafat Nasional
2.      Identitas Nasional
3.      Negara dan Konstitusi
4.      Demokrasi Indonesia
5.      Rule Of Law dan Hak Asasi Manusia
6.      Hak dan Kewajibann Warga Negara serta Negara
7.      Geopolitik Indonesia
8.      Geostrategi Indonesia

c. Rumpun Keilmuan
Pendidikan Kewarganegaraan dapat disejajahkan dengan Civic Education yang dikenal di berbagai Negara. Pendidikan kewarganegaran bersifat antardisipliner (antar bidang) bukan monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu kewarganegaraan ini diambil dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu upaya pembahasan dan pengembanangannya memerlukan sumbangan dai berbagai disiplin ilmu yang meliputi ilmu politik, ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu sosiolog, ilmu administrasi Negara, ilmu ekonomi pembangunan, sejarah perjuangan bangsa dan ilmu budaya.

2.         Landasan Hukum
1. UUD 1945
1)    Pembukaan UUD 1945, khusus alinea kedua dan keempat, yang memuat cita-cita tujuan dan aspirasi bangsa Indonesia tentang kemerdekaannya.
2) Pasal 27 (1) menyatakan bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
3)    Pasal 30 (1) menyatakan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara.
4)    Pasal 31 (1) menyatakan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran.

2.         Ketetapan MPR No. II/MPR/1999
3.         Undang-Undang No. 20 Tahun 1982
1) Pasal 18 (a)
2) Pasal 19 (2)
4.         Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
5.      Pelaksanaannya berdasarkan surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Nomor 43/DIKTI/Kep/2006

BAB II
FILSAFAT PANCASILA
A.    Pengertian Filsafat
Filsafat adalah mengandung makna cinta kebijaksanaan. Jadi manusia dalam kehidupan pasti memilih apa pandangan dalam hidup yang dianggap paling benar, paling baik dan membawa kesejahteraan dalam kehidupannya, dan pilihan manusia sebagai suatu pandangan dalam hidupnya.
Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut:
            Petama : Filsafat sebagi produk mencakup pengertian
a.    Pengertian filsafat mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep dari filsuf pada zaman dahulu, teori, sistem atau pandangan tertentu.
b.    Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagia hasil dari aktivitas berfilsafat.

Kedua :   Filsafat sebagai suatu proses mencakup pengertian
Filsafat merupakan suatu system pengetahuan yang bersifat dinamis.Tetapi lebih merupakan suatu aktivitas berfilsafat, suatu proses yang dinamis dengan menggunakan suatu cara dan metode tersendiri.

B.     Pengertian Pancasila sebagai Suatu Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh,sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.  Suatu kesatuan bagian-bagian
2.  Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3.  Saling berhubungan, saling  ketergantungan
4.  Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
5.  Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voich, 1974:22)
Maka dasar filsafat negara Pancasila adalah suatu kesatuan yang bersifat majemuk tunggal (jamak satu).
Pancasila pada hakikatnya merupakan sistem, bahwa bagian-bagian dan sila-silanya saling berhubungan secara erat sehingga membetuk suatu struktur yang menyeluruh.

C.    Kesatuan Sila-Sila Pancasila
1.         Susunan Pancasila yang bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila dari Pancasila dalam urut-urutan luas (kwantitas) dan juga dalam sifat-sifatnya (kwalitas).
Secara ontologis kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal adalah:
(Sila 1)     Segala sesuatu yang ada sebagai akibatnya adanya Tuhan.
(Sila 2)     Manusia adalah sebagai subjek pendukung pokok negara, negara adalah
sebagai persekutuan hidup bersama yang anggotanya adalah manusia.
(Sila 3)     Negara adalah sebagai akibat adanya manusia yang bersatu.
(Sila 4)     Rakyat adalah sebagai totalitas Individu-individu dalam negar yang bersatu.
(Sila 5)     Keadilan pada hakikatnya merupakan tujuan suatu keadilan dalam hidup
bersama atau dengan kata lain keadilan sosial.

2.       Kesatuan Sila-sila Pancasila yang saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
Tiap-tiap sila seperti telah disebutkan di atas mengandung empat sila lainnya, dikualifikasi oleh empat sila lainnya dengan rumus hierarkhis, sebagai berikut:
Sila 1:     Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila 2:     Kemanusiaan yang adil dan beradab
Sila 3:     Persatuan Indonesia
Sila 4:     Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Sila 5:     Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

D.    Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan system filsafat memiliki, dasar ontologis, dasar epistemologis dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme, pragmatisme, komunisme, idealisme dan lain paham filsafat di dunia. (Notonagoro, 1984: 61 dan 1975: 52, 57).

1.      Dasar Ontologis Sila-Sila Pancasila
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subyek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia.
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa jasmani dan rohani, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat makluk Tuhan Yang Maha Esa.

2.      Dasar Epistemologis Sila-Sila Pancasila
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya Pancasila sebagai suatu idiologi bersumber pada nila-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila (Soeryanto, 1991:32)
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologis yaitu:
Pertama tentang sumber pengetahuan manusia, Kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, Ketiga tentang watak pengetahuan manusia (Titus, 1984: 20).
Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila Pancasila. Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal yaitu: Pertama umum universal . Kedua umum kolektif. Ketiga khusus dan kongkrit.

3.      Dasar Aksiologis Sila-Sila Pancasila
Dasar aksiologis sila-sila pancasila yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang merupakan suatu kesatuan. Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai.
a.       Teori Nilai
Segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta
bagaimana hubungan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat beranekaragam.


Menurut Max Scheler  nilai-nilai dikelompokkan:
1.      Nilai-nilai kenikmatan
2.      Nilai-nilai kehidupan
3.      Nilai-nilai kejiwaan
4.      Nilai-nilai kerohanian

Menurut G.Everet nilai-nilai dikelompokkan:
1.      Nilai-nilai ekonomis
2.      Nila-nilai kejasmanian
3.      Nilai-nilai hiburan
4.      Nilai-nilai sosial
5.      Nilai-nilaiwatak
6.      Nilai-nilai estetis
7.      Nilai-nilai intelektual
8.      Nilai keagamaan

Menurut Notonagoro nilai-nilai dikelompokkan:
1.      Nilai Material
2.      Nilai Vital
3.      Nilai Kerokhanian, dibedakan menjadi empat:
a.      Nilai kebenaran
b.      Nilai keindahan
c.       Nilai kebaikan
d.      Nilai religious

b.      Nila-nilai Pancasila sebagai Suatu Sistem
Pengertian Pancasila merupakan suatu sistem nilai yang saling berkaitan, saling berhubungan secara erat, bahkan saling mengkualifikasi.


E.      Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesi
1.      Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu dasar filsafat yang bersifat sistematis.

2.      Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu sumber dari hukum dasar dalam Negara Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila juga merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan kenegaraan.

F.     Pancasila sebagai ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
Istilah ideology berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengetian dasar, cita-cia dan logos yang berarti ilmu. Kata idea berasal dari kata bahasa yunani eidos yang artinya bentuk. Disamping itu ada kata idein yang artinya melihat. Maka secara harfiah, ideology berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, idea disamakan artinya dengan cita-cita. Cita-cita dimaksud adalah cita-cita bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham.
Sehingga Ideologi mencakup pengertian tentang idea-idea, pengertian dasar, gagasan dan cita-cita.
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa, dan bukannya mengangkat atau mengambil ideology dari bangsa lain.

G.    Makna Nilai-nilai Setiap Sila Pancasila
Bahwa makna sila-sila pancasila senantiasa dalam hubungannya sebagai sistem filsafat. Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila adalah:

1.    Ketuhanan Yang Maha Esa
2.  Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3.  Persatuan Indonesia
4.  Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5.  Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

H.        Pancasila sebagai Dasar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Filsafat Pancasila sebagai dasar kehidupan kebangsaan dan kenegaraan adalah merupakan Identitas Nasional Indonesia. Hal ini didasarkan pada suatu realitas bahwa kausa materialis atau asal nilai-nilai Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri. Selain itu filsafat Pancasila merupakan dasar dari Negara dan Konstitusi (Undang-Undang Dasar Negara) Indonesia.
                                   
BAB III I
DENTITAS NASIONAL

A.        Pengrtian Identitas Nasional
Identitas Nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau kepribadian suatu bangsa.Identitas nasional secara dinamis, bangsa Indonesia harus memiliki visi yang jelas dalam melakukan refomasi, melalui dasar filosofi bangsa dan negara yaitu Bhineka Tunggal Ika, yang terkandung dalam filosofi Pancasila.
Agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi globalisasi maka harus tetap meletakkan jatidiri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan  kreatifitas budaya globalisasi. Istilah “identitas nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.
            Dalam hubungannya dengan identitas nasional secara dinamis, dewasa ini bangsa Indonesia harus memiliki visi yang jelas dalam melakukan reformasi, melalui dasar filosofi bangsa dan negara yaitu bhineka tunggal ika, yang terkandung dalam filosofi Pancasila. Masyarakat harus semakin terbuka, dan dinamis namun harus berkeadaban serta kesadaran akan tujuan hidup bersama dalam berbangsa dan bernegara. Dengan kesadaran akan kebersamaan dan persatuan tersebut maka insyaAllah bangsa Indonesia akan mampu mengukir identitas nasionalnya secara dinamis di dunia internasional.

B.        Faktor-faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional
1.  Faktor Objektif, yang meliputi faktor geografis, ekologis dan demografis
2.  Faktor Subjektif, yaitu faktor historis, sosial, politik dan Kebudayaan

C.        Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Indonesia pada hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya dan keagamaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai kepribadian bangsa. Proses perumusan materi Pancasila secara formal tersebut dilakukan dalam sidang-sidang BPUPKI pertama, sidang “panitia 9”, sidang BPUPKI kedua, serta akhirnya disyahkan secara formal yuridis sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia.

Sejarah Budaya Bangsa sebagai Akar Identitas Nasional
Kepribadian, jati diri, serta identitas nasional Indonesia yang terumuskan dalam filsafat Pancasila harus dilacak dan dipahami melalui sejarah terbentuknya bansa Indonesia sejak zaman Kutai, Sriwijaya, Majapahit, serta kerajaan lainnya sebelum penjajahan bangsa asing di Indonesia.
                       
BAB VI
DEMOKRASI INDONESIA
A.    Demokrasi dan Implementasinya
Dalam hubungannya dengan implementasi ke dalam system pemerintahan, demokrasi juga melahirkan sistem yang bermacam-macam seperti, sistem presidensil, sistem parlementer, sistem referendum (meletakkan pemerintah sebagai bagian/ badan pekerja dari parlemen). Di beberapa Negara ada yang menggunakan sistem campuran antara presidensial dengan parlementer.

B.     Arti dan Perkembangan Demokrasi
Secara etimologis Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, "demos" berarti rakyat dan "kratos/kratein" berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti "rakyat berkuasa" (government of rule by the people). Ada pula definisi singkat untuk istilah demokrasi yang diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun demikian penerapan demokrasi diberbagai negara di dunia, memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, yang lazimnya sangat dipengaruh oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu Negara
            Demokrasi mempunyai arti yang penting bagi masyarakat yang menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi dijamin. Oleh sebab itu, hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi rakyat kendati secara operasional implikasinya di berbagai negara tidak selalu sama. Sekedar untuk menunjukkan betapa rakyat diletakkan pada posisi penting dalam asas demokrasi ini berikut akan dikutip beberapa pengertian demokrasi.
            Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat (Noer, 1983: 207). Jadi, negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiru atau asas  persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.
Dalam hubungan ini menurut Henry B. Mayo bahwa sistem politik demokratis adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihann berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik (Mayo, 1960:70)
            Meskipun dari berbagai pengertian itu terlihatbahwa rakyat diletakkan pada posisi sentral "rakyat berkuasa" (government of role by the people) tetapi dalam praktiknya oleh UNESCO disimpulkan bahwa ide demokrasi itu dianggap ambiguous atau memiliki arti ganda, sekurang-kurangnya ada ambiguity atau ketidaktentuan mengenai lembaga-lembaga atau cara-car yang dipakai untuk melaksanakan ide atau mengenai keadaan kultural serta historis yang mempengaruhi istilaj ode dan praktik demokrasi (Budiarjo, 1982:50). hal ini bisa dilihat betapa negara-negara yang sama menganut asas demokrasi ternyata mengimplementasikannya secara tidak sama. Ketidaksamaan tersebut bahkan bukan hanya pada pembentukan lembaga-lembaga atau aparatur demokrasi, tetapi juga menyangkut perimbangan porsi yang terbuka bagi peranan maupun pernan rakyat.
Memang sejak dimunculkannya kembali asa demokrasi yaitu setelah tenggelam beberapa abad dari permukaan Eropa telah menimbulkan masalah tentang siapakah sebenarnya yang lebih berperan dalam menentukan jalannya negara sebagai organisasi tertinggi. Pemakaian demokrasi sebagai prinsip-prinsip  hidup bernegara sebenarnya telah melahirkan fiksi-yuridis bahwa negara adalah milik masyarakat, tetapi pada fiksi-yuridis telah terjadi tolak-tarik kepentingan, atau kontrol, tolak-tarik antara negara-masyarakat, karena kemudian negara terlihat memiliki pertumbuhannya sendiri sehingga lahirlah konsep tentang negara organis (Mahasin, 1982:2)
            Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani Kuni dan dipraktikkan dalam hidup bernegara antara abad ke-4 sebelum masehi sampai abad 6 masehi. dilihat dari pelaksanaannya, demokrasi yang dipraktekkan bersifat langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langusng ini dapat dilaksanakan secara efektif karena Negara Kota (city state) Yunani Kuno berlangsung dalam kondisi sederhana. Ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang resmi merupakan sebagian kecil dari seluruh penduduk. Sebagian besar yang terdiri dari budak belian, pedagang asing, perempuan, dan anak-anak tidak dapat menikmati hak demokrasi (Budiarto, 1982:54).
Masyarakat abad pertengahan terbelenggu oleh kekuasaan feodal dan kekuasaan pemimpin-pemimpin agama, sehingga tenggelam dalam apa yang disebut sebagai masa kegelapan. Kendati begitu, ada sesuatu yang penting berkenaan dengan demokrasi pada abad pertengahan itu, yakni lahirnya dokumen Magna Charta (piagam besar), sesuatu piagam yang berisi semacam perjanjian antara beberapa bangsawan dan Raja Jhon di Inggris bahwa Raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan previleges bahwasanya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan lainnya.
Ranaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani Kuno. Massa renaissance adala masa ketika orang mematahkan semua ikatan yang ada dan menggantikan dengan kebebasan bertindak yang seluas-luasnya sepanjang sesuai dengan yang dipikirkan , karena dasar ide ini adalah kebebasan berpikir dan bertindak bagi manusia tanpa boleh ada orang lain yang menguasai atau membatasi dengan ikatan-ikatan.
Selain renaissance, peristiwa lain yang mendorong timbulnya kembali "demokrasi" yang sebelumnya tenggelam dalam abad pertengahan adalah terjadinya Reformasi, yakni revolusi agama.  Dua kejadian (Renaissance dan Reformasi) ini telah mempersiapkan Eropa masuk ke dalam Aufklarung (Abad Pemikiran) dan Rasionalisme yang mendorong mereka untuk memerdekakan pikiran dari batas-batas yang ditentukan.
Tampak bahwa teori hukum alam merupakan usaha untuk mendobrak pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat dalam suatu asas yang disebut demokrasi (pemerintah rakyat). Dari pemikiran tentang hak-hak politik rakyatr dan pemisahan kekuasaan ini terlihat munculnya  kembali ide pemerintahan rakyat (demokrasi). tetapi dalam kemunculannya sampai saat ini demokrasi telah melahirkan dua konsep demokrasi yang berkaitan dengan peranan masyarakat, yaitu demokrasi konstitusional abad ke-19 dan demokrasi konstitusional abad ke-20 yang keduanya senantiasa dikaitkan pada konsep negara hukum (Mahfud, 1999:20)

C.    Bentuk-bentuk Demokrasi
            Formal demokrasi menunjuk pada demokrasi dalam arti system pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai pelaksanaan demokrasi di berbagai Negara. Dalam suatu Negara misalnya dapat diterapkan demokrasi dengan menerapkan system presidensial atau sistem parlementer.
Sistem Presidensial : sistem ini menekankan pentingnya pemilihan presiden secara langsung, sehingga presiden terpilih mendapatkan mandat secara langsung dari rakyat. Dalam sistem ini kekuasaan eksekutif (kekuasaan menjalankan permintaan) sepenuhnya berada di tangan presiden.
Sistem Parlementer : Sistem ini menerpakan model hubungan yang menyatu antara kekuasaan eksekutif dan legeslatif. Kepala eksekutif (head of government) adalah berada di tangan seorang perdana menteri. Adapun kepala Negara (head of state) adalah berada pada seorang ratu, misalnya di Negara Inggris atau ada pula yang berada pada seorang presiden misalnya di India.
1.         Demokrasi Perwakilan Liberal
            Prinsip demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa manusia adalah sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi ini kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.
2.         Demokrasi Satu Partai dan Komunisme
Demokrasi satu partai lazimnya dilaksanakan di negara-negara komunis. Kebebasan formal berdasalkan demokrasi liberal menghasilkan kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam masyarakat dan akhirnya kapitalislah yang menguasai negara.


D.        Demokrasi Indonesia
1. Perkembangan Demokrasi di Indonesia
            Masalah pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah bagaimana meningkatkan kehidupan ekonomi dan membangun kehidupan sosial dan politik yang demokratis dalam masyarakat yang beraneka ragam pola adat budayanya.
            Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode :
1.    Periode 1945-1959, masa demokrasi parlementer
2.    Periode 1959-1965, masa demokrasi terpimpin
3.    Periode 1966-1998, masa demokrasi Pancasila era Orde Baru
4.    Periode 1999-sekarang, masa demokrasi Pancasila era Reformasi

2.      Pengertian Demokrasi menurut UUD 1945
a. Seminar Angkatan Darat II (Agustus 1966) 
1) Dalam bidang Politik & Konstitusional. 
Menurut UUD 1945, demokrasi berarti menegakkan kembali asas-asas negara hukum dimana kepastian hukum dirasakan oleh segenap warga negara. Hak-hak asasi manusia baik dalam aspek kolektif maupun dalam aspek perorangan dijamin, dan penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara intitusional.

            2) Dalam bidang Ekonomi. 
Demokrasi berarti Kehidupan yang layak bagi semua warga negara. Mencakup :
·         Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara
Koperasi
·         Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya
Peranan pemerintahan yang bersifat pembinaan, penunjuk jalan serta pelindung.




b. Munan III Persahi : The Rule of Law (Desember 1966)
            Asas negara hukum Pancasila mengandung prinsip :
1)      pengakuan dan perlindungan hak asasi yang mengandung persamaan dalam politik , hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan.
2)      Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatu kekuasaan/kekuatan lain apapun.
3)      Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan kepastian hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya

c. Simposium hak-hak Asasi Manusia (Juni 1967)
Persoalan hak-hak asasi manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun mendatang harus ditinjau dalam rangka keharusan kita untuk mencapai kesetimbangan yang wajar diantara 3 hal :
1)      Adanya pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan,
2)      Adanya kebebasan yang sebesar-besarnya 
3)      perlunya untuk membina suatu "rapidlyexpandingeconomy" (pengenmbangan ekonomi secara cepat).

3. Demokrasi Pasca Reformasi
            Dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi harus berdasarkan pada suatu kedaulatan rakyat. Kekuasaan pemerintahan negara ditangan rakyat mengandung pengertian tiga hal :
1.        Pemerintah dari rakyat (government of the people)
2.        Pemerintahan oleh rakyat (government by people)
3.        Pemerintahan untuk rakyat (government for people)




Struktur Pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945
1.    Demokrasi Indonesia Sebagaimana Dijabarkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen 2002
Secara umum dalam sistem pemerintahan yang demokratis senantiasa mengandung unsur yang paling penting dan mendasar, yaitu:
-      Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
-      Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara.
-      Tingkat kebebasan  atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh warganegara.
-      Suatu sistem perwakilan
-      Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.

2.    Penjabaran Demokrasi menurut UUD 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen 2002
Berdasarkan ciri-ciri sistem demokrasi tersebut maka penjabaran demokrasi dalam ketatanegaraan Indonesia dapat ditemukan dalam konsep demokrasi sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 sebagai "Staatfundamentalnorm" yaitu ".. Suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.. " (ayat 2). Oleh karena itu "rakyat" adalah merupakan paradigma sentral kekuasaan negara. Adapun rincian struktural ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan demokrasi menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut :
a)         Konsep Kekuasaan
Konsep kekuasaan negara menurut demokrasi adalah :
1.)       Kekuasaan ditangan rakyat
(a) Pembukaan UUD alinea IV
“…Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD RI yang berkedaulatan rakyat…”
(b)        Pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
“Negara yang berkedaulatan rakyyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perrwakilan” (pokok pikiran III)
(c)        UUD 1945 Pasal 1 ayat (1)
“Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”

(d)       UUD 1945 Pasal 1 ayat (2)
“Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan menurut undang-undang dasar” Jadi, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat dan realisasinya diatur dalam UUD. Sebelum dilakukan amandemen kekuasaan tertinggi dilakukan oleh MPR.

2.)      Pembagian kekuasaan
Pembagian kekuasaan menurut demokrasi :
1.                 Kekuasaan Eksekutif, didelegasikan kepada Presiden (pasal 4 ayat (1) UUD 1945)
2.                 Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Preisiden, DPR, dan DPD  pasal 5 ayat (1), pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945.
3.                 Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada MA pasal  24 ayat (1) UUD 1945.
4.                 Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada BPK dan DPR. Dalam UUD 1945 pasal 20 ayat (1) “… DPR juga memiliki fungsi pengawasan terhadap presiden selaku penguasa eksekutif”.
5.                 Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan Konsultatif, didelegasikan kepada DPA, pasal 16 UUD 1945. Artinya DPA dihapuskan karena berdasarkan kenyataan pelaksanaan kekuasaan Negara fungsinya tidak jelas.

3.)      Pembatasan Kekuasaan
Pembatasan kekuasaan menurt konsep UUD 1945, dapat dilihat melalui mekanisme 5 tahunan kekeuasaan:
(a)                Pasal 1 ayat (2) “kedaulatan ditangan rakyat…”
Pemilu untuk membentuk MPR dan DPR setiap 5 tahun sekali.
(b)               MPR memilki kekuasaan melakukan perubahan UUD, melantik Presiden dan Wapres,serta melakukan impeachment terhadap presiden jika melanggar konstitusi.
(c)                Pasal 20 A ayat (1),”DPR memiliki fungsi pengawasan.” Yang berarti mengawasi pemerintahan selama jangka waktu 5 tahun.
(d)               Rakyat kembali mengadakan Pemilu setelah membentuk MPR dan DPR (rangkaian kegiatan 5 tahunan sebagai periodesasi kekuasaan.
(e)                Konsep Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan menurut UUD 1945 dirinci sebagai berikut :
(1)    Penjelasan UUD 1945 tentang Pokok Pikiran III, “… Oleh karena itu sistem Negara yang terbentuk dalam UUD 1945, harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasarkan atas permusyawaratan/perwakilan.”
(2)    Putusan MPR ditetapkan dengan suara terbanyak, misalnya pasal 7B        ayat 7.

c) Konsep Pengawasan
Konsep Pengawasan menurut UUD 1945 ditentukan sebagai berikut :
(1)    Pasal 1 ayat (2), “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan menurut UUD.”
(2)    Pasal 2 ayat (1), “MPR terdiri atas DPR dan anggota DPD”
(3)    DPR senantiasa mengawasi tindakan Presiden.

d) Konsep Partisipasi
Konsep partisipasi menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut :
(1)   Pasal 27 ayat (1), “Segala warganegara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tiada kecualinya.”
(2)   Pasal 28, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan UU.”
(3)   Pasal 30 ayat (1), ”Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara.”

Konsep partisipasi menyangkut seluruh aspek kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan yang terbuka untuk seluruh warga Negara Indonesia.
Demokrasi Indonesia mengandung suatu pengertian bahwa rakyat adalah sebagai unsur sentral, oleh karena itu pembinaan dan pengembangannya harus ditunjang oleh adanya orinentasi baik pada nilai-nilai yang universal yakni rasionalisasi hukum dan perundang-undangan juga harus ditunjang norma-norma kemasyarakatan yaitu tuntutan dan kehendak yang berkembang dalam masyarakat.
        


Tidak ada komentar:

Posting Komentar