MAKALAH
“ MEMAHAMI
PENGERTIAN KORUPSI ”
Diajukan untuk memenuhi tugas kuliah Pendidikan Budaya
Anti Korupsi
Dosen pembimbing : Ns. Suyanto, S.Pd, S.Kep, M.Kes
Di susun oleh :
(Kelompok 5)
AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SERANG
2014-2015
KATA
PENGANTAR
Segala
puji syukur bagi Allah SWT yang telah menolong hambanya menyelesaikan. Makalah
ini dengan mudah. Karena tanpa pertolongannya mungkin penyusun tidak akan
sanggup menyelesaikan Makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca
dapat lebih memahami tentang “Pengertian Korupsi”. Makalah ini disusun dengan
berbagai rintangan, dengan penuh kesabaran dan pertolongan dari Allah SWT
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Serang, 16 Maret 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Judul .................................................................................................................... i
Kata
Pengantar ................................................................................................................... ii
Daftar
Isi ............................................................................................................................ iii
BAB
I Pendahuluan
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ....................................................................................................... 1
BAB
II Pembahasan
1. Pengertian Korupsi ................................................................................................. 2
2. Ciri dan Jenis Korupsi ............................................................................................ 3
BAB
III Penutup
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 24
B. Saran ....................................................................................................................... 24
Daftar
Pustaka .................................................................................................................... 25
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sering kali kita mendengar kata yang
satu ini, yaitu KORUPSI.Korupsi ada disekeliling kita, mungkin terkadang kita
tidak menyadari itu.Korupsi biasa terjadi dirumah, sekolah, masyarakat, maupun
diinstansi tertinggi dan dalam pemerintahan.Mereka yang melakukan korupsi
terkadang menganggap remeh hal yang dilakukan itu. Hal ini sangat
mengkhawatirkan, sebab bagaimanapun, apabila suatu organisasi dibangun dari
korupsi, maka korupsi akan merusaknya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan pengertian
korupsi ?
2.
Jelasakan ciri-ciri dan jenis-jenis dari
korupsi !
3.
Bagaimanakah cara dengan tindak pidana
korupsi ?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Mengetahui yang dimaksud dengan korupsi.
2.
Dapat mengetahui dan menjelaskan ciri
dan jenis dari korupsi.
3.
Mengetahui cara-cara tindak pidana dari
korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
Kata
“Korupsi” dari bahasa latin “corruption” (Fockema Andrea, 1951) atau
“corruptus” (Webster Student Dictionary, 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa
“corruption” berasala dari kata “corrumpere”, suatu bahasa latin yang lebih
tua. Dari bahasa latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt”
(Inggris), “corruption” (Perancis), dan “corruptic/korruptie” (Belanda). Dari
bahasa Belanda inilah, turun ke bahasa Indonesia yaitu Korupsi (Hamzah, 2005).
Arti
kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
(Kemendikbud RI, 2011).
Menurut
Black’s Law Dictionary, Korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud
untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak – hak dari pihak
lain secara salah menggunakan jabatannya ataua karakternya untuk mendapatkan
suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan
kewajibannya dan hak – hak dari pihak lain.
Istilah
Korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah
“kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan
ketidakjujuran.Pengertian lainnya, perbuatan yang buruk seperti penggelapan
uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya.(Poerwadinata, 1976).
Menurut
Muhammad Ali, (1998), bebrapa pengertian lain disebutkan bahwa: Korup artinya,
suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan
sebagainya. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok dan sebagainya; dan Koruptor artinya orang yang melakukan
korupsi.
Menurut
Pasal 3 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, Korupsi adalah tindakan setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan, atau sarana yang ada padanya krena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dengan
demikian arti kata korupsi adalah suatu yang busuk, jahat dan merusak.
Berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: suatu yang
bersifat amoral, sifat dan keadaan busuk, menyangkut jabatan instansi atau
aparatur pemerrintah, penyelewengan kekuasaan dalam politik dan penempatan
keluarga atau golongan kedalam kedinasan dibawah kekuasaan jabatan.
B. Ciri dan Jenis Korupsi
Korupsi
merupakan istilah yang sering kita jumpai dalam berbagai media masa, elektronik
hampir setiap saat melaporkan adanya korupsi. Korupsi berasal dari perkataan
bahasa latin “corruption: yang berarti kerusakan atau kebobrokan. Dalam bahasa
Inggris “corruption” dan Perancis “corruption” yang berarti perbuatan atau
kenyataan yang menimbulkan keadaan yang bersifat buruk, perilaku yang jahat
yang tercela atau kebejatan moral.
Menurut
Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
yang termasuk dalm tindak pidan korupsi adalah: setiap orang yang dikategorikan
melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan, atau sarana yang ada padanya krena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
a. Ciri
Korupsi
Korupsi menurut Syed Hussein Al Atas
dalam Sumarwani S, 2011, mempunyai ciri-ciri sebagi berikut:
1. Suatu
penghianatan terhadap kepercayaan.
2. Penipuan
terhadap badan pemerintah, lembaga swasta atau masyarakat umumnya.
3. Dengan
sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus.
4. Dilakukan
dengan rahasia, kecuali dalam keadaan dimana orang-orang yang berkuasa atau
bawahannya menganggapnya tidak perlu.
5. Melibatkan
lebih dari satu orang atau pihak lain.
6. Adanya
kewajiban dan keuntungan bersama,
7. Terpusatnya
kegiatan korupsi pada mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dan mereka
yang dapat mempengaruhinya.
8. Adanya
usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk pengesahan hukum.
b. Jenis
Korupsi
Syed Hussein Al Atas dalam Sumarwani S,
2011, juga mengemukakan bahwa terdapat 7 jenis korupsi dipandang dari segi
tipologi yaitu:
1. Korupsi
transaktif (transactive corruption), yaitu menunjukkan kepada adanya
kesepakatan timbale balik antara pihak pembeli dan pihak penerima, demi
keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan
ini oleh kedua-duanya.
2. Korupsi yang memeras (extortive corruption),
adalah jenis korupsi dimana pihak pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah
kerugiann yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya atau orang-orang dan
hal-hal yang dihargainya.
3. Korupsi
intensif (intensive corruption) adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada
pertalian langsung dari keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan
akan diperoleh dimasa yang akan dating.
4. Korupsi
kekerabatan (nepotistic corruption) adalah penunjukan yang tidak sah terhadap
teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, atau
tindakan yang memberikan perlakuan yang mengutamakan dalam bentuk uang atau
bentuk-bentuk lain, kepada mereka, secara bertentangan dengan norma dan peraturan
yang berlaku.
5. Korupsi
defensive (devensive corruption) adalah perilaku korban korupsi dengan
pemerasan korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.
6. Korupsi
ototgrnik (autogenic corruption) adalah kondisi yang dilaksanakan oleh
seseorang seorang diri.
7. Korupsi
dukungan (supportive corruption) yaitu korupsi tidak secara langsung menyangkut
uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain.
Menurut
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang diperbaharui Undang-undang No. 20 Tahun 2011 menetapkan 7 (tujuh) jenis
Tindak Pidana Korupsi yaitu korupsi terkait kerugian keuangan Negara, suap
menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan
kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi.
I.
Korupsi Terkait Kerugian Keuangan Negara
Untuk membahas korupsi terkait kerugian
keuangan Negara, maka perlu diketahui apa yang dimaksud dengan keuangan Negara.
Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang
Tindak Pidana Korupsi menyatak bahwa keuangan Negara yang dimaksud adalah
seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan, termasuk
didalamnya segala bagian kekayaan Negara dan segala hak dan kewajiban yang
timbul karena:
a. Berada
dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara,
baik ditingkat pusat maupun di daerah.
b. Berada
dalam Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha
Mulik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan Negara, atau perusahaan
yang meyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.
Undang-undang
No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa keuangan Negara
adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu bai berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (Pasal 1 ayat
1).
Pasal
2 menyatakan: keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 1
meliputi, antara lain kekayaan Negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri
atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta
hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang termasuk kekayaan yang dipisahkan
pada perusahaan Negara/perusahaan daerah.
Tindak
pidana korupsi terkait kerugian Negara dijelaskan dalam Undang-undang nomor 31
tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi yang diperbaharui
undang-undang No. 20 Tahun 2001 yaitu Pasal 2 dan Pasal 3.
Pasal
2
(1) Setiap
orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara dipidana penjara
dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (du puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
(2) Dalam
hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam
keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
a. Seorang
pegawai negeri mengikuti tugas belajar dan dibiayai oleh pemerintah, ternyata
yang bersangkutan tidak dapat menyelesaikan tugas belajarnya.
b. Seorang
mahasiswa yang mengikuti pendidikan kedinasan dan dibiayai oeleh Negara tetapi
yang bersangkutan drop out dan tidak mengembalikkan uang yang dipakai selama
pendidikan.
c. Suatu
proyek Pembangunan Gedung pekerjaan sudah dilakukan oleh penyedia 90 % ternyata
dibayarkan oleh PPK sebesar 100 %, maka kerugian Negara 10% dari nilai kontrak
pekerjaan.
d. Seorang
pegawai pencatat retribusi pelayanan di Puskesmas tidak menyetorkan keuangan
sesuai jumlah pasien yang dateng berobat.
e. Menggunakan
fasilitas kendaraan operasional pemerintah untuk disewakan kepada pihak luar
dan uang sewanya tidak disetorkan ke kas Negara.
II.
Korupsi Terkait dengan Suap Menyuap
Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) ada 7 jenis bentuk tindakan pidan suap yaitu:
a. Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud menggerakkannya
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya.
b. Memberi
sesuatu kepada seorang pejabat karena atau berhubung dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalm jabatannya.
c. Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada seorang hakim dengan maksud untuk mempengaruhi
putusan tentang perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
d. Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada seorang yang merut ketentuan Undang-undang
ditentukan menjadi penasihat atau adviseur untuk menghadiri siding atau
pengadilan, dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan
diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan pada pengadilan untuk
diadili.
e. Seorang
pejabat menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus
diduganya, bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau
kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang
member hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya.
f. Pegawai
negeri menerima hadiah atau janji padahal diketahui bahwa hadiah atau janji itu
diberikan untuk menggerakannya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
g. Pegawai
negeri yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai
akibat atau oleh karena si penerima telah melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalm jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Korupsi
terkait dengan suap menyuap dam Undang-undang No. 20 Tahun 2001 diatur dalam
Pasal 5, Pasal, 6, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13.
Pasal
5
(1) Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
setiap orang yang:
a. Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dengan
maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara Negara tersebut berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
atau
b. Memberi
sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara karena atau berhubungan
dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya.
(2) Bagi
pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima pemberian atau janji
segaimana dimaksud dalam ayat (1) hruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana
yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal
6
(1) Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (Lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh
juta rupiah) setiap orang yang:
a. Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau
b. Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri siding
pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan
diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk
diadili.
(2) Bagi
hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).
Pasal
11
Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahundan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus luma puluh juta rupiah) pegawai
negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji padahal
diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut
pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan
jabatannya.
Pasal
12
Dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu milyr ruoiah):
a. Pegawai
negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji, padahal
diketahuia atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya.
b. Pegawai
negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan
karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya;
c. Hakim
yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili.
d. Seseorang
yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat
untuk menghadiri siding pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi
nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubungan dengan perkara yang
diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
Pasal
13 Undang-undang No. 31 Tahun 1999
Setiap
orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan
tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahundan denda
paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
CONTOH
KASUS
a. Seorang
ibu datang ke panitia menerima mahasiswa baru dan menyampaikan keinginan agar
anaknya bisa diterima menjadi mahasiswa. Ibu tersebut menjanjikan kalau anaknya
bisa diterima akan diberikan sesuatu.
b. Panitia
lelang pengadaan barang dengan penunjukan langsung dijanjikan fee oleh penyedia
agar perusahaannya yang ditunjuk mengerjakan proyek tersebut.
c. Keluarga
pasien menberikan sesuatu kepada petugas penerima pasien baru supaya
mendapatkan prioritas tempat rawat inap di ICU suatu rumah sakit dimana tempat
tidur pasien tersebut selalu penuh.
III.
korupsi terkait dengan penggelapan dalam
jabatan.
Kejahatan
korupsi diatur dalam pasal 8, pasal 9, dan pasal 10 undang-undang nomor 31
tahun 1999 tentang pemberantasan pidana korupsi yang diperbaharui undang-undang
No 20 tahun 2001.
Pasal
8
Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun da pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh
juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu,
dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena
jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
Pasal
9
Dipidana
dengan pidana penjara paling sigkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai
negeri atau orang bukan pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus
mnerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsukan buku-buku atau
daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.
Pasal
10
Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling bnyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai
negeri atau orang selain pegawai negeri
yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau
untuk sementara watktu, dengan sengaja :
a. Menggelapkan,
menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta,
surat, atau daftar yang digunakan untuk menyakinkan atau membuktikan dimuka
pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau
b. Membiarkan
orang lain menghilangkan, manghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, suarat atau dadtar tersebut; atau
c. Membantu
orang lain menghilangkan, manghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, suarat atau dadtar tersebut.
CONTOH
KASUS
a. Seorang
pejabat dengan kekuasaannya menerbitkan surat pengalihaa balik nama brang atas
namanya sendiri atau orang lain padahal menyalahi prosedur.
b. Seorang
pejabat yang berwenang menerbitkan surat penghapusan ganti rugi kehilangan
mobil dinas diluar jam kerja oleh seorang pegawai, padahal seharusnya yang
bersangkutan harus mengganti kehilangan mobil tersebut.
IV.
Tindak pidana korupsi pemerasan
Tindak
pidana korupsi pemerasan diatur dalam pasal 12 poin e, f, g undang-undang No 20
tahun 2001.
Pasal
12
Dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)
e. Pegawai
negeri atau penyelenggara Negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang member sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
f. pegawai
negeri atau penyelenggara Negara yang apda waktu menjalankan tugas, meminta,
menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggaraan
negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau
penyelenggara Negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang
kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
g. pegawai
negeri atau penyelenggara Negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta
atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang
kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut merupakan utang;
CONTOH
KASUS
a. sebuah
institusi sekolah pemerintah dalam ketentuan tidak boleh menarik uang kepada
mahasiswa selain yang sudah tercantum dalam PNBP, ternyata karena alas an
tertentu seperti kegiatan PKL memaksa mahasiswa untuk membayar kegiatan
tersebut.
b. Seorang
dosen menerbitkan buku yang sudah beredar di took buku. Pada saat mengajar
sidosen menyampaikan bahwa seluruh mahasiswa diwajibkan untuk membeli buku yang
dikarang oleh dosen yang bersangkutan.
c. Seorang
petugas imunnisasi menggunakan alat suntik untuk kegiatan imunisasi di
posyandu. Petugas tersebut memaksa untuk menggati alat suntik tersebut kepada
warga, padahal alat suntik tersebut sudah dialokasikan anggarannya dari
pemerintah.
V.
tindakan pidana korupsi perbuatan curang
Dapat
dilihat pada pasal 7 dan pasal 12 huruf h undang-undang nomor 31 tahun 1999
tentang pemberantasan pidana korupsi yang diperbaharui undang-undang No 20
tahun 2001
Pasal
7
(1) Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan atau pidana paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah);
a. Pemborong,
ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan
yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang
dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan Negara dalam
keadaan perang;
b. Setiap
orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,
sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. Setiap
orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan tentara nasional Indonesia
dan atau kepolisian republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan Negara dalam keadaan perang; atau
d. Setiap
orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan tentara nasional
Indonesia dan atau kepolisian Negara republik Indonesia dengan sengaja
membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
(2) Bagi
orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima
penyerahan barang keperluan tentara nasional Indonesia dan atau kepolisian
Negara republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal
12 huruf h
Pegawai
negeri atau penyelenggaraan Negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah
menggunakan tanah Negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai
dengan peraturan perundang-undang, telah merugikan orang yang berhak, padahal
telah diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
CONTOH
KASUS
a.
Seorang pasien harus mengantri urutan
dalam pemeriksaan dokter, seharusnya yang bersangkutan urutan ke 50, tetapi
karena ada keluarga yang bekerja di rumah sakit sehingga menjadi urutan 10
b.
Seorang mahasiswa membuat laporan
kegiatan praktik klinik dengan menggunakan data yang tidak sebenarnya (ngarang
sendiri)
c. Mahasiswa
membuat catatan kecil untuk menyontek pada saat ujian.
d.
Seorang petugas gizi dengan sengaja
memberikan jumlah diet 1700 kkal kepada pasien, padahal sebenarnya pasien
mendaoatkan 2100 kkal.
VI.
Tindak pidana korupsi terkait benturan
kepentingan dalam pengadaan
Diatur
pasal 12 buruf f undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan pidana
korupsi yang diperbaharui undang-undang No 20 tahun 2001
“pegawai negeri atau penyelenggaraan Negara
baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan,
untuk seluruh atau sebagian dirtugaskan untuk mengurus atau mengawasinya”
CONTOH
KASUS
Panitia
lelang barang ingin memutuskan pemenang lelang, ternyata ada anggota keluarga
atasnya yang ikut tender. Akhirnya panitia memutuskan keluarga atasan yang
menang karena ada tekanan atau titipan
dari sang atasan.
VII.
tindakan pidana korupsi terkait
gratifikasi
Gratifikasi
dalam arti luas yaitu meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan Cuma-Cuma dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi dapat dikategorikan sebagai
tindakan korupsi apabila setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau
penyelenggaraan Negara dianggap member suap apabila berhubungan dengan
jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.Penyelenggaraan Negara
atau PNS meliputi semua pejabat dan pegawai lembaga tinggi dari pusat sampai
daerah termasuk DPR/DPRD, hakim, jaksa, polisi, rector perguruan tinggi negeri,
BUMN/BUMD, pimpinan proyek dan lainnya wajib melaporrkan gratifikasi.
Gratifikasi
diatur dlam pasal 12 huruf b undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang
pemberantasan pidana korupsi
diperbaharui undang-undang NO 20 tahun 2001.
“pegawai negeri atau penyelenggara Negara
yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut
diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya”
Untuk dapat mengidentifikasi apakah
pemberian tersebut disebut gratifikasi, maka dapat dilakukan melalui self
assessment “AMATI” yaitu:
A
= Aturan, bagaimana aturan yang berlaku di institusi saudara terkait penerimaan
gratifikasi?
M
= Maksud, apa maksud si pemberi memberikan gratifikasi kepada saudara?
A
= Agenda, adakah agenda kegiatan yang sedang berlangsung pada saat dilakukan
pemberian gratifikasi kepada saudara?
T
= terbuka, apakah pemberian tersebut sah
dan dilakukan secara terbuka?
I
= Identitas, bagaiman identitas dan latar belakang pemberian dalam kaitannya
dengan dan pelaksanaan tugas serta kewajiban saudara?
Penerimaan
gratifikasi wajib dilaporkan kepada KPK langsung atau melalui unut pengendalian
gratifikasi (UPG) selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal gratifikasi tersebut diterima.Gratifikasi yang nilainya Rp 10.000.000
(sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan
merupakan suap, dilakukan oleh penerima gratifikasi.
Gratifikasi
yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa
gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. Sanksi yang diterima
apabila tidak melaporkan gratifikasi adalah pidana penjara seumur hidup atau
pidana paling sedikit 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling
sedikit Rp 200.000.000, paling banyak Rp 1.000.000.000 (UU No. 20 tahun 2001
pasal 12 B) gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan (surat KPK No. B
143/01-13/01/2013, tentang himpunan gratifikasi). Misalnya
a) Undian,
voucher, poin, rewards, atau souvenir yang berlaku secara umum dan tidak
terkait kedinasan.
b) Diperoleh
karena prestasi akademis atau non akademis (kejujuran/perlombaan/kompetensi)
dengan biaya sendiri dan tidak terkait dengan kedinasan.
c) Diperoleh
dari kuntungan/ bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham
pribadi yang berlaku secara umum dan tidak terkait dengan kedinasan.
d) Diperoleh
dari kompensasi atas profesi diluar kedinasan yang diperoleh dari hadiah
langsung/tidak terkait dengan tupoksi dari pegawai negeri atau penyelenggaraan
Negara, tidak melanggar konflik kepentingan dan kode etik pegawai dan dengan
izin tertulis dari atasan langsung.
e) Diperoleh
dari hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan selurus dua derajat atau
dalam garis keturunan kesamping satu derajat sepanjang tidak mempunyai konflik
kepentingan dalam.
CONTOH
KASUS :
a. Seorang
petugas kesehatan mendapatkan tiket gretis, biaya penginapan dari rekanan
farmasi untuk mengikuti kegiatan ilmiah.
b. Keluarga
pasien memberikan uang atau barang kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih dari biasanya.
c. Mahasiswa
memberikan hadiah kepada pembimbing dan penguji pada saat ujian akhir.
Tabel 1. Ringkasan
Jenis Tindakan Pidana
No
|
Kelompok tindakan pidana korupsi
|
Pasal
|
1
|
Kerugian
keuangan Negara
|
Pasal
2, pasal 3
|
2
|
Suap
menyuap
|
Pasal
5 ayat 1 a,b
Pasal
5 ayat 2
Pasal
6 ayat 1 a, b
Pasal
6 ayat 2
Pasal
11
Pasal
12 huruf a, b, c, d
Pasal
13
|
3
|
Penggelapan
dalam jabatan
|
Pasal
8
Pasal
9
Pasal
10 huruf a, b, c
|
4
|
Pemerasan
|
Pasal
12 huruf e, g, f
|
5
|
Perbuatan
curang
|
Pasal
7 ayat 1 a, b, c, d, e
Pasal
7 ayat 2
Pasal
12 huruf h
|
6
|
Benturan
kepentingan dalam pengadaan
|
Pasal
12 huruf i
|
7
|
Gratifikasi
|
Pasal
12 huruf b
|
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata
“Korupsi” dari bahasa latin “corruption” (Fockema Andrea, 1951) atau
“corruptus” (Webster Student Dictionary, 1960).Arti kata korupsi secara harfiah
adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, penyimpangan dari kesucian. (Kemendikbud RI, 2011). Istilah Korupsi
yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah
“kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan
ketidakjujuran.
B. Saran
Sikap
untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan
korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Adry.
2012. Prinsip-prinsip Antikorupsi,
artikel dari Adrypu.blogspot.com
2. BAPPENES
RI. 2002. Public Good Governence: Sebuah Paparan Singkat. Jakarta : Bappenas RI
3. Battennie,
F.2012. Pendidikan Antikorupsi Untuk Perguruan Tinggi. http://stkip-ktb.ac.id/content/Pendidikan-anti-korupsi-untuk-perguruan-tinggi.
Diundih tanggal 2 April 2014
4. Chakim,
M.Lutfi.2012. Menumbuhkan Budaya Jujur Mahasiswa Sebagai Paradigma Baru Pemberantasan
Korupsi. http://lutfichakim.blogspot.com/2012/05/menumbuhkan-budaya-jujur-mahasiswa.html.Diunduh tanggal 6 Mei 2014
5. Dubnick,
Melvin.2005. Accountability and the
Promise of Performance, Public Performance and Management Review (PPMR),28
(3), March 2005
6. Kemindikbud
RI.2011. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta:Kemendikbud
7. Kurniawan.2010.Akuntabilitas Publik: Sejarah, Pengertian,
Dimensi dan Sejenisnya.Jakarta
8. Pierre,Jon.2007.
Handbook of Public Administrasion,Londen:
SAGE Publication Ltd.
9. Prasojo,Eko.2005.Demokrasi di Negeri Mimpi:Catatan Kritis
Pemilu 2004 dan Good Govermance.Depok:Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI
10. Teguh
Kurniawan, Defny Holidin. 2007. Reformasidan
Inovasi Borokrasi: Studi di Kabupaten Sragen.jakarta:departemen ilmu
administrasi FISIP UI dan Yappika-CIDA
11. Puslitbang
BPKP.2001.Evaluasi Perkembangan Akuntansi
Pemerintah Pusat dan Daerah.jakrta BPKP
13. Sugono,
Dendy.2008.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional
14. Sunjani,Riki.2013.Mahasiswa
Mandiri dan Berfikir Dewasa Versi Mahasiswa Tak Abadi. http;//mahasiswatakabadi.wordpress.com/2013/06/27/mahasiswa-mandiri-dan-berfikir-dewasa-versi-mta.Diunduh
tanggal 6 Mei 2014
15. Supardi,Endang.2004.
Kewirausahaan SMK: Kiat Mengembangkan
Sikap Mandiri.Bandung:Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.Pendidikan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar