BAB I
PENDAHULUAN
1 . LATAR
BELAKANG
Spondilitis
TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif oleh
mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari
focus ditempat lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama
tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini
dengan deformitas tulnag belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut
juga sebagai penyakit Pott. (Rasjad, 1998).
Spondilitis
TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit neurologis.
Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling jarang
pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga
jarang menyerang arkus vertebra (Mansjoer, 2000).
Penyakit Pott adalah osteomielitis tuberculosis yang mengenai tulang belakang. (Brooker. 2001)
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa.
Tuberkulosis yang muncul pada tulang belakang merupakan tuberkulosis sekunder yang biasanya berasal dari tuberkulosis ginjal. Berdasarkan statistik, spondilitis tuberkulosis atau Pott’s disease paling sering ditemukan pada vertebra torakalis segmen posterior dan vertebra lumbalis segmen anterior (T8-L3), coxae dan lutut serta paling jarang pada vertebra C1-2. (1,2,3,4)
Tuberkulosis pada vertebra ini sering terlambat dideteksi karena hanya terasa nyeri punggung/pinggang yang ringan. Pasien baru memeriksakan penyakitnya bila sudah timbul abses ataupun kifosis
Penyakit Pott adalah osteomielitis tuberculosis yang mengenai tulang belakang. (Brooker. 2001)
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa.
Tuberkulosis yang muncul pada tulang belakang merupakan tuberkulosis sekunder yang biasanya berasal dari tuberkulosis ginjal. Berdasarkan statistik, spondilitis tuberkulosis atau Pott’s disease paling sering ditemukan pada vertebra torakalis segmen posterior dan vertebra lumbalis segmen anterior (T8-L3), coxae dan lutut serta paling jarang pada vertebra C1-2. (1,2,3,4)
Tuberkulosis pada vertebra ini sering terlambat dideteksi karena hanya terasa nyeri punggung/pinggang yang ringan. Pasien baru memeriksakan penyakitnya bila sudah timbul abses ataupun kifosis
2 . TUJUAN PENULISAN
1.
Mahasiswa
Dapat Memahami Konsep Penyakit Spondilitis TB
2.
Mahasiswa Dapat Mengerti Tentang
Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Spondilitis TB
3.
Mahasiswa
Dapat Mengaplikasikan Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal: Spondilitis TB
BAB
II
PEMBAHASAN
A.DEFINISI
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )
Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif oleh mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari focus ditempat lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulnag belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott. (Rasjad, 1998).
Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang menyerang arkus vertebra (Mansjoer, 2000).
Penyakit Pott adalah osteomielitis tuberculosis yang mengenai tulang belakang. (Brooker. 2001)
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa.
Tuberkulosis yang muncul pada tulang belakang merupakan tuberkulosis sekunder yang biasanya berasal dari tuberkulosis ginjal. Berdasarkan statistik, spondilitis tuberkulosis atau Pott’s disease paling sering ditemukan pada vertebra torakalis segmen posterior dan vertebra lumbalis segmen anterior (T8-L3), coxae dan lutut serta paling jarang pada vertebra C1-2. (1,2,3,4)
Tuberkulosis pada vertebra ini sering terlambat dideteksi karena hanya terasa nyeri punggung/pinggang yang ringan. Pasien baru memeriksakan penyakitnya bila sudah timbul abses ataupun kifosis
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )
Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif oleh mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari focus ditempat lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulnag belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott. (Rasjad, 1998).
Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang menyerang arkus vertebra (Mansjoer, 2000).
Penyakit Pott adalah osteomielitis tuberculosis yang mengenai tulang belakang. (Brooker. 2001)
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa.
Tuberkulosis yang muncul pada tulang belakang merupakan tuberkulosis sekunder yang biasanya berasal dari tuberkulosis ginjal. Berdasarkan statistik, spondilitis tuberkulosis atau Pott’s disease paling sering ditemukan pada vertebra torakalis segmen posterior dan vertebra lumbalis segmen anterior (T8-L3), coxae dan lutut serta paling jarang pada vertebra C1-2. (1,2,3,4)
Tuberkulosis pada vertebra ini sering terlambat dideteksi karena hanya terasa nyeri punggung/pinggang yang ringan. Pasien baru memeriksakan penyakitnya bila sudah timbul abses ataupun kifosis
B. Etiologi
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. (Rasjad. 1998)
C. Manifestasi Klinis
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. (Rasjad. 1998)
Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas. (Harsono,2003)
Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring. Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat. (Harsono,2003)
D. Patofisiologi
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui leksus Batson. Infeksi TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body).Penyebaran dari jaringan yang mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses para vertebral yang dapat menjalar ke atas / bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan oleh karenadirusak jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kiposis.
PATHWAY
E. Komplikasi
Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Pott’s paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan bila muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.
Mielografi dan MRI sangatlah bermanfaat untuk membedakan penyebab paraplegi ini. Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan ekstradural oleh pus ataupun sequester membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulla spinalis dan saraf.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abscess.
F. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap :leukositosis, LED meningkat
2) Uji mantoux (+) TB
3) Uji kultur : biakan batkeri
4) Biopsi, jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
5) Pemeriksaan hispatologis : dapat ditemukan tuberke
Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Pott’s paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan bila muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.
Mielografi dan MRI sangatlah bermanfaat untuk membedakan penyebab paraplegi ini. Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan ekstradural oleh pus ataupun sequester membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulla spinalis dan saraf.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abscess.
F. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap :leukositosis, LED meningkat
2) Uji mantoux (+) TB
3) Uji kultur : biakan batkeri
4) Biopsi, jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
5) Pemeriksaan hispatologis : dapat ditemukan tuberke
B. Pemeriksaan Radiologis
a) Foto toraks / X – ray
b) Pemeriksaan foto dengan zat kontras
c) Foto polos vertebra
d) Pemeriksaan mielografi
e) CT scan atau CT dengan mielografi
f) MRI
G.Penatalaksanaan Medis
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.
Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :
1. Pemberian obat antituberkulosis
2. Dekompresi medulla spinalis
3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
Pengobatan terdiri atas :
1. Terapi konservatif berupa:
Tirah baring (bed rest)
Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
Memperbaiki keadaan umum penderita
Pengobatan antituberkulosa
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :
· Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
· Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.
2. Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu:
• Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
• Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft.
• Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
Abses Dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:
a. Debrideman fokal
b. Kosto-transveresektomi
c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
b. Laminektomi
c. Kosto-transveresektomi
d. Operasi radikal
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang
Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal
Operasi PSSW
Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan pengobatan tbc tulang belakang yang disebut total treatment (1989).Metode ini mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah dan bukan hanya sebagai infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh semua dokter. Tujuannya, penyembuhan TBC tulang belakang dengan tulang belakang yang stabil, tidak ada rasa nyeri, tanpa deformitas yang menyolok dan dengan kembalinya fungsi tulang belakang, penderita dapat kembali ke dalam masyarakat, kembali pada pekerjaan dan keluarganya
H.Dampak Masalah
a) Terhadap Individu.
Sebagai orang sakit, khusus klien spondilitis tuberkolosa akan mengalami suatau perubahan, baik iru bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan dampak yang di karenakan baik itu oleh proses penyakit ataupun pengobatan dan perawatan oelh karena adanya perubahan tersebut akan mempengaruhi pola - pola fungsi kesehatan antara lain :
1. Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan anoreksia, sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya.
2. Pola aktifitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik nyeri pada punggung menyebabkan klien membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktifitas fisik tersebut.
3. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis teberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
b) Dampak terhadap keluarga.
Dalam sebuah keluarga, jika salah satu anggota keluarga sakit, maka yang lain akan merasakan akibatnya yang akan mempengaruhi atau merubah segala kondisi aktivitas rutin dalam keluarga itu.
a) Terhadap Individu.
Sebagai orang sakit, khusus klien spondilitis tuberkolosa akan mengalami suatau perubahan, baik iru bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan dampak yang di karenakan baik itu oleh proses penyakit ataupun pengobatan dan perawatan oelh karena adanya perubahan tersebut akan mempengaruhi pola - pola fungsi kesehatan antara lain :
1. Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan anoreksia, sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya.
2. Pola aktifitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik nyeri pada punggung menyebabkan klien membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktifitas fisik tersebut.
3. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis teberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
b) Dampak terhadap keluarga.
Dalam sebuah keluarga, jika salah satu anggota keluarga sakit, maka yang lain akan merasakan akibatnya yang akan mempengaruhi atau merubah segala kondisi aktivitas rutin dalam keluarga itu.
BAB III
ASKEP TBC TULANG
A. PENGKAJIAN
1.
Identitas klien
·
Nama
·
No. RM
·
Umur
·
Pekerjaan
·
Agama
·
Jenis kelamin
·
Alamat
·
Tanggal masuk RS
·
Tanggal pengkajian
2.
Riwayat Kesehatan
a. Keluhan
utama
Biasanya
pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri di daerah punggung atau tulang bagian
belakang yang mengalami adanya gibbus.
b. Riwayat
kesehatan dahulu
P
:pasien mengatakan nyeri dibagian tulang belakang
Q : nyeri seperti tertimpah benda berat
R :sekitar panggul
S : 3
(0-5)
T : Sewaktu-waktu
c.
Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada
punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada
awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri
dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat
pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa
mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah.
d.
Riwayat kesehatan keluarga
Pada klien dengan penyakit
Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah klien pernah atau
masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis atau
pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut.
3.
Tanda- tanda vital
Tekanan
darah : biasanya lebih dari 130/90 mmHg
Nadi
: biasanya lebih dari 80x/i
Pernafasan
: biasanya lebih 24x/i
Suhu
: biasanya normal 35,5- 37
4.
Pemeriksaan fisik
a.
Keadaan umum klien
1) Timgkat
kesadaran : compos metis
2) Berat
badan
: 45 kg
3) Tinggi
badan
: 150 cm
b. Rambut
Biasanya
keadaan kulit kepala bersih, tidak ada ketombe, rambutnya rontok, tidak ada
lesi,warna rambut hitam, tidak bau dan tidak ada edema
c.
Wajah
Biasanya
tidak ada edema/hematome, tidak ada bekas luka dan tidak ada lesi
d. Mata
Biasanya
mata simetris kiri dan kanan, reflek cahaya normal yaitu pupil mengecil,
konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik
e.
Hidung
Biasanya
simetris kiri dan kanan, tidak menggunakan cupping hidung, tidak ada polip, dan
tidak ada lesi
f.
Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan, fungsi
pendengaran baik.
g. Mulut
Biasanya
berwarna pucat dengan sianosis bibir, tidak terjadi stomatitis, tidak terdapat
pembesaran tongsil, lidah putih.
h. Leher
Biasanya
tidak ada pembesaran pada kelenjer tiroid, tidak ada gangguan fungsi menelan,
tidak ada pembesaran JVP
i. Dada
dan Thorax :
Inspeksi
: Biasanya dada simetris kiri dan
kanan, pergerakan dada simetris,
Palpasi
: Biasanya getaran dada kiri dan
kanan sama (vocal premitus).
Perkusi
: Biasanya bunyi suaranya
sonor.
Auskultasi
: Bunyi pernapasnya vesikuler.
j. Kardiovaskuler :
Inspeksi
: ictus cordis terlihat
Palpasi
: ictus cordis teraba 1 jari
Perkusi
: di intercosta V media
klavikularis sinistra bunyinya pekak
Auskultasi
: irama denyut jantung normal tidak ada bunyi tambahan
k.
Abdomen
Inspeksi
: Biasanya bentuk perut tidak membuncit
dan dinding perut sirkulasi kolateral.
Auskultasi
: Biasanya tidak ada bising usus.
Palpasi
: Biasanya tidak ada pembesaran pada abdomen,tidak kram pada
abdomen.
Perkusi
: Biasanya tympani
l.
Genitaurinaria :
Biasanya
adanya terdapat lecet pada area sekitar anus. Feses berwarna kehijauan karena
bercampur dengan empedu dan bersifat banyak asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak dapat diserat oleh usus.
m. Lengan-Lengan
Tungkai :
Ekstemitas
atas dan bawah : Biasanya kekuatan otot berkurang. Rentang gerak pada
ekstremitas pasien menjadi terbatas karena adanya masa.
n.
Sistem Persyarapan :
Biasanya kelemahan otot dan penurunan
kekuatan
5.
Pola kebiasaan sehari-hari
No
|
Pola
|
Sehat
|
Sakit
|
A.
|
Eliminasi :
-BAK
-BAB
|
Biasanya
7-8x/hari
Biasanya 1-2x/hari
|
Biasanya
7-8x/hari lebih
Biasanya
1-2x/hari lebih
|
B.
|
Nutrisi :
-Pola Makan
-Pola Minum
|
Biasanya
3x/sehari
Biasanya 8
gelas/hari
|
Biasanya
1-2x/hari dengan porsi makan sedikit atau Biasanya setengah
8 gelas/hari
|
C.
|
Tidur/Istirahat
:
-Waktu Tidur
|
Biasanya 7-9
jam
|
Biasanya
kurang dari 7 jam
|
D.
|
Aktivitas dan
Latihan :
-Kesulitan
atau Keluhan dalam hal :
|
Biasanya
aktivitas dan bergerak tidak ada halangan
|
Biasanya
aktivitas terganggu, terasa nyeri dibagian ekstremitas atau fraktur patologis
|
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Nyeri b.d gangguan imobilitas . NANDA NIC NOC Hal 530-536
2.
Intoleransi aktifitas b.d kelemahan umum NANDA NIC NOC Hal 24-29
C. INTERVESI KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
|
NOC
|
NIC
|
1
|
.
Nyeri b.d gangguan imobilitas
)
|
·
tingkat kenyamanan
·
pengendalian nyeri
·
tingkat nyeri
setelah
dilakukan tindakan keperawatan di harapkan nyeri hilang atau berkurang dengan
criteria hasil :
·
memperlihatkan teknik
relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan
·
mengenali factor
penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi factor tersebut
·
melaporkan nyeri pada
penyedia layanan kesehatan
|
manajemen nyeri :
·
melakukan pengkajian
nyeri yang konfrehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan factor presipitasinya
·
ajarkan teknik
penggunaan farmakologis ( ex :
relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi music, distraksi, masase)
·
obserfasi isyarat
nonferbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang tidak mampu
berkomunikasi efektif
|
2.
|
-
Intoleransi aktifitas b.d kelemahan umum
|
·
toleransi aktifitas
·
penghematan energy
setelah
dilakukan tindakan keperawatan di harapkan pasien mampu melakukan aktifitas
secara mandiri dengan criteria hasil :
·
mengidentifikasi
aktifitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang mengakibatkan
intoleransi aktifitas
|
Mengatur
penggunaan energi untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptilkan
fungsi
|
Contoh soal
:
TN.y mengalami
penyakit yang diderita sudah lama pasien tidak mengetahunya,pada hari jumat
pasien datang ke rs untuk mengecek keadaaannya,cold abses pada spondilitis tbc
lebih jelas terlihat pada foto plos konvensional didaerah.(a)
a.lumbal
b.thoracal
c.pelvis
d.cranial
e.coxae
NY.i
mengalami penyakit ini sudah 3 thn belakangan ini pada usia 45 thn pasien
kurang mengetahui tentang penyakit yang diderita pada spondilitis tbc yang
paling cepat merusak discus intervertebralis adalah.(c)
a.tipe
sentral
b.tipe
anterior
c.tipe
marginal
d.tipe
sklerotik
e.tipr
osteli
BAB IV
PENUTUP
A . KESIMPULAN
Spondilitis
tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis
di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang
vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )
Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif oleh mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari focus ditempat lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulnag belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott. (Rasjad, 1998).
Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif oleh mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari focus ditempat lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulnag belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott. (Rasjad, 1998).
B . SARAN
1. Dengan adanya makalah ini semoga
dapat menjadi pedoman dalam memberikan pelayanan kesehatan.
2. Semoga dengan adanya makalah ini dapat di gunakan
sebagai media dalam pelayanan kesehatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar