BAB
I
PENDAHULUAN
1
Latar Belekang
Korupsi
merupakan suatu masalah besar yang sampai saat ini masih manyak terjadi di
Negara Indonesia. saat ini Negara kita
sudah terbentuk sebuah badan untuk mengatasi korupsi ini yang disebut KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi),namun ternyata orang – orang yang seharusnya
memberantas korupsi malah terjebak sehingga beberapa dari mereka melekukan
korupsi juga.dimana orang yang melakukan korupsi akan di hokum secara pidana
.hal ini sudah terdapat dalam Undang – Undang .
Menurut undang-undang
no.31 tahun 1999 tentang pemberantas tindak pidana korupsi,yang termasuk dalam
tindak pidana korupsi adalah : setiap orang yang dikategorikan melawan
hukum,melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu porporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
2
Tujuan
1.Dapat
mengetahui ciri dan jenis korupsi
2. Memahami korupsi dari perspektif
budaya dan agama
BAB
II
PEMBAHASAN
CIRI
DAN JENIS KORUPSI
Korupsi
merupakan istilah yang sering kita jumpai saat ini,berbagai media
masa,elektronik hampir setiap saat melaporkan adanya korupsi. Korupsi berasal
dari perkataan bahasa latin “corruptio”
yang berarti kerusakan atau kebobrokan. Dalam bahasa inggris “corruption”
dan perancis “corruption” yang berarti perbuatan atau kenyataan yang
menimbulkan keadaan yang bersifat buruk, perilaku yang jahat yang tercela atau
kebejatan moral.
Menurut undang-undang
no.31 tahun 1999 tentang pemberantas tindak pidana korupsi,yang termasuk dalam
tindak pidana korupsi adalah : setiap orang yang dikategorikan melawan
hukum,melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu porporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
a.
Ciri korupsi
Korupsi
menurut syed Hussein al atas dalam sumarwani S,2011 mempunyai cirri sebagai
berikut:
1. Suatu
penghianatan terhadap kepercayaan
2. Penipuan
terhadap badan pemerintah, lembaga swasta atau masyarakat umumnya
3. Dengan
sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus
4. dilakukan
dengan rahasia, kecuali dalam keadaan dimana orang orang yang berkuasa atau
bawahannya menganggap tidak perlu
5. melibatkan lebih dari satu orang atau pihak
6. Adanya
kewajiban dan keuntungan bersama,dalam bentuk uang atau yang lain
7. Terpusatnya
kegiatan korupsi pada mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dan mereka
yang dapat mempengaruhinya
8. Adanya
usaha untuk menutupi korup dalam bentuk pengesahan hukum
b.
Jenis korupsi
Syed
Hussein Al atas dalam sumarwani S,(2011) juga mengemukakan bahwa terdapat tujuh
jenis korupsi dipandang dari segi tipologi yaitu :
1. Korupsi
transaktif (tansachtife corruption); yaitu menunjukan kepada adanya kesepakatan
timbal balik antara pihak pembeli dan pihak penerima keuntungan kedua belah
pihak dan dengan aktif diusaha tercapainya keuntungan ini oleh kedua-duanya
2. Korupsi
yang memeras (ekstrotive corruption); adalah jenis korupsi dimana pihak pemberi
dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang
mengancamdirinya,kepentingannya atau orang-orang atau hal-hal yang dihargainya.
3. Korupsi
investive (investive corruption); adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada
pertalian langsung dari keuntungan tertentu selain keuntungan yang di bayangkankan
diperoleh dimasa yang akan datang
4. Koroptor
korupsi pererabatan ( nepotistich corruption); adalah penunjukan yang tidak sah
terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam
pemerintahan,atau tindakan yang memberikan perlakuan yang mengutamakan dalam
bentuk uang atau bentuk-bentuk lain,kepada mereka, secara bertentangan dengan
norma dan peraturan yang berlaku.
5. Korupsi
defensif ( devensive corruption ) adalah
prilaku korban korupsi dengan pemerasan ,korupsinya adalah dalam rangka
memepertahankan diri.
6. Korupsi
otogenik (autogenic corruption ) adalah korupsi yang di laksanakan oleh
seseorang seorang diri .
7. Korpsi
dukungan ( supportive corruption ) yaitu korupsi tidak secara langsung
menyangkut uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain.
Menurut
Undang Undang NO 31 tahun 1999 tentang pemberantas piana korusi yang di
perbaharui UU NO tahun 2001 menetapkan 7 jenis tindak pidana korupsi yaitu
korupsi terkait kerugian keuangan Negara , suap menyuap,penggelapan dala m
jabatan, pemerasan, perbuata curang ,benturan kepentingan dalam pengadaan dan
gratifikasi.
1.
Korupsi
Terkait Kerugian Keuangan Negara
Untuk membahas korupsi terkait kerugian
keuangan Negara , maka perlu diketahui apa yang di maksud keuangan Negara .UU
NO 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi menyatakan: keuangan Negara yang
di maksud adalah seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apapun , yang di pisahkan
atau yang tidak di pisahkan,termasuk didalamnya segala bagian kekayaan Negara dan segala hak dan kewajibaan
yang timbul karena :
a. Berada
dalam penguasaan, pengurusan , dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara,
baik ditingkat pusat maupun daerah;
b. Berada
dalam penguasaan ,pengurusan, dan pertanggungjawaban ,Badan Usaha Milik Negara
/ Badan Usaha Milik Daerah ,yayasan, badan hukum dan perusahaan yang
menyertakan modal Negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga
berdasarkan perjanjian dengan Negara.”
Undang-undang
No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara menyatakan keuangan Negara adalah
semua hak dan kewajiban Negara yang dapat nilai dengan uang, serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (pasal 1 angka 1).
Pasal 2 menyatakan keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1,
meliputi, antara lain kekayaan Negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri
atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,piutang, barang, serta hak-hak
lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada
perusahaan Negara/perusahaan daerah.
Tindak
pidana korupsi terkait kerugian Negara dijelaskan dalam undang-undang nomor 31
tahun1999 tentang pemberantas pidana korupsi yang di perbaharui undang-undang
no 20 tahun 2001 yaitu pasal 2 dan pasal 3
Pasal 2
1. Setiap
orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau
perekonomian Negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh ) tahun
dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
2. Dalam
hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1(satu) dilakukan
dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan .
Contoh
kasus
a.
Seorang pegawai negri mengikuti tugas
belajar dan biaya oleh pemerintah ,ternyata yang bersangkutan tidak dapat
menyelesaikan tugas belajar nya.
b.
Seorang mahasiswa yang mengikuti
pendidikan kedinasan dan di biayai oleh Negara tetapi yang bersangkutan drop
out dan tidak mengembalikan uang yang dipakai selama pendidikan .
c.
Suatu proyek pembangunan gedung
pekerjaan sudah dilakukan oleh penyedia 90% ,ternyata dibayarkan oleh PPK
sebesar 100% ,maka kerugian negara 10% dari nilai kontrak pekerjaan.
d.
Seorang pegawai pencatat retribusi
pelayanan di puskesmas tidak menyetorkan keuangan sesuai dengan jumlah pasien
yang datang berobat .
e.
Menggunakan fasilitas kendaraan
oprasional pemerintah untuk disewakan kepada pihak luar dan uang sewanya tidak
di setorkan ke kas Negara .
2.
korupsi terkait dengan suap menyuap
Berdasarkan kitab
Undang – undang Hukum Pidana ( KUHP) ada
7 jenis bentuk tindakan pidana suap yaitu :
a. Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud menggerakannya
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya .
b. Memberi
sesuatu kepada seorang pejabat karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatanya .
c. Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada seorang
hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan tentang perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili .
d. Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada seorang yang menurut ketentuan undang undang
ditentukan menjadi penasihat atau adviseur untuk mengadili sidang atau
pengadilan , dengan ,maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan
diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk
diadili.
e. Seorang
pejabat menerima hadiah atau janji padahal diketehui atau sepatutnya harus di
duganya .,bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau
kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang
yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya.
f. Pegawai
negeri menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji
itu diberikan untuk menggerakannya supaya melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya .
g. Pegawai
negeri yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai
akibat atau oleh karena sipenerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya .
Korupsi
terkait dengan suap menyuap dalam Undang – undang no 20 Tahun 2001 diatur dalam
pasal 5 , pasal 6, pasal 11,pasal 12 dan pasal 13.
Pasal 5
1) Dipidana
denagan pidana penjara paling singkt 1(satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit
Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang :
a.
Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara
dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara Negara tersebut berbuat
atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya ,yang bertentangan dengan kewajiban
; atau
b.Memberi
sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara karena atau berhubungan
dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban,dilakukan atau tidak di
lakukan dalam jabatannya .
2) Bagi
pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana
di maksud dalam auat (1) huruf a
atau huruf b ,dipdana dengan pidana yang sama sebagaimana
di maksud dalam ayat (1) .
Pasal 6
1) Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas ) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang :
a.
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili ; atau
b.
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
seseoarang yang menurut ketentuan peraturan perundang – undangan ditentukan
menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubungan dengan
perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk di adili.
2) Bagi
hakim yang menerima pemberian atau janji sebagimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau
janji sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b ,
dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Pasal
11
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
dan atau pidana denda paling sedikit
Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga ,bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan
dengan jabatannya , atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau
janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000.,00 (satu miliar
rupiah) :
a.
Pegawai negeri atau penyelenggara Negara
yang menerima hadiah atau janji ,padahal diketahui atau diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan untuk menggerakan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya , yang bertentangan dengan kewajibannya ;
b.
Pegawai negeri atau penyelenggara Negara
yang menerima hadiah , padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
tersebut diberikan sebagi akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban ;
c.
Hakim yang menerima hadiah atau janji ,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya unutuk diadili;
d.
Sesorang yang menurut ketentuan
peraturan perundang – undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri
sidang pengadilan , menerima hadiah atau janji ,padahal diketehui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubungan dengan
perkara yang dierahkan kepada pengadilan
untuk diadili ;
Pasal
13 Undang – Undang No 31 tahun 1999
Setiap
orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan aatau kedudukannya , atau
oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan
tersebut , dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah)
Contoh kasus
a. Seorang
ibu datang ke panitia penerima mahasiswa baru dan menyampaikan keinginan agar
anaknya bisa diterima menjadi mahasiswa . ibu tersebut menjanjikan kalau anaknya bisa diterima akan diberikan
sesuatu
b. Panitia
lelang pandangan barang dengan penunjukan langsung dijanjikan fee oleh penyedia
agar perusahaannya yang ditunjuk mengerjakan proyek tersebut.
3. Korupsi terkait dengan penggelapan
dalam jabatan
Kejahatan korupsi ini
diatur dalam pasal 8, pasal 9 dan pasal 10 Undang – undang nomor 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Pidana
Korupsi yang diperbaharui undang – undang No 20 Tahun 2001
Pasal
8
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) ,pegawai negeri atau
orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau
untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga
yang disimpan karena jabatannya ,atau membiarkan uang atau surat berharga
tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut.
Pasal
9
Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja memalsu buku-buku atau daftar yang khusus untuk permintaan administrasi.
Pasal 10
Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga
ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri
yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau
untuk sementara waktu, dengan sengaja :
a. Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan
untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang di
kuasai karena jabatannya; atau
b. membiarkan orang lain menghilangkan,
menghancurkan, merusakan, atau membuat tidak dapat dipakai barang akta, surat,
atau daftar tersebut; atau
c. membantu orang lain
menghilangkan,menghancurkan, merusakan, atau membuat tidak dapat dipakai barang
akta, surat, atau daftar tersebut.
Contoh Kasus
a. Seorang
pejabat dengan kekuasaannya menertbitkan surat pengalihan balik nama barang
atas namanya sendiri atau orang lain
padahal menyalahi prosedur.
b. Seorang
pejabat yang berwenang menerbitkan surat penghapusan ganti rugi kehilangan
mobil dinas di luar jam kerja oleh seorang pegawai, padahal seharusanya yang
bersangkutan harus mengganti kehilanagan mobil tersebut.
4. Tindak Pidana Korupsi Pemerasan
diatur
dalam pasal tindak pidana korupsi pemerasan diatur dalam pasal 12 poin e, f, g
Undang-undang No 20 Tahun 2001.
Pasal
12
Dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjarara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1000.000.000,00 (satu miliar
rupiah):
e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
atau dengan menyalah gunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu,
membayara, atau menerima pembaaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri;
g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai negerri atau penyelenggara
negara yang lain atau kepada kasumum, seolah-olah pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang lain atau kepada kas mum tersebut mempunyai utang
kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
pada waktu menjalankan tugas, meminta, atau menerima pekerjaan, atau penyerahan
barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal
tersebut bukan merupakan utang;
Contoh Kasus
a. Sebuah
institusi sekolah pemerintah dalam ketentuan tidak boleh menarik uang kepada
mahasiswanya selain yang sudah tercantum dalam dalam PNBP. Karena alasan
tertentu seperti kegiatan PKL memaksa mahasiswa untuk membayar kegiatan
tersebut.
b. Seorang
dosen menerbitkan buku yang sudah beredar di took buku. Pada saat mengajar si
dosen menyampaikan bahwa seluruh mahasiswa diwajibkan untuk membeli buku yang
dikarang oleh dosen yang bersangkutan.
c. Seorang
petugas imunisasi menggunakan alat suntik untuk kegiatan imunisasi di posyandu.
Petugas tersebut memaksa untuk mengganti alat suntik tersebut kepada warga,
padahal alat suntiktersebut sudah dialokasikan anggarannya dari pemerintah.
5. Tindak Pidana Korupsi Perbuatan Curang
Dapat dilihat pada
pasal 7 dan pasal 12 huruf h Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Pidana Korupsi Yang Di Perbaharui Undang-Undang No 20 Tahun 2001.
Pasal 7
(1) Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) :
a. Pemborong,
ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan
yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang
dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam
perang;
b. Setiap
orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,
sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana di maksud dalam dalam huruf a;
c. Setiap
orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia
dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang
dapat membahayakan keselamatan Negara dalam keadaan perang; atau
d. Setiap
orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia dan atau Kepolisian Negara Repubik Indonesia dengan sengaja
membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
(2). Bagi orang yang menerima penyerahan
bahan bangunan atau ornag yang menerima penyerahan barang keprluan Tentara
Nasional Republik Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau
huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal
12 huruf h
Pegawai negeri atau penyelenggara Negara
yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah Negara yang
diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal di ketahuinya
bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perindang-undangan.
Contoh Kasus
a.
seorang pasien harus mengantri urutan
dalam pemeriksaan dokter, seharusnya yang bersangkutan urutan 50, tetapi karena
ada keluarga yang bekerja dirumah sakit sehingga menjadi urutan 10.
b.
Seorang mahasiswa membuat laporan
kegiatan praktik klinik dengan menggunakan data yang tidak sebenarnya (ngarang
sendiri)
c.
Mahasiswa membuat catatatn kecil untuk
mencontek pada saat ujian.
d. Seorang
petugas gizi dengan sengaja memberikan jumlah diet 1700 kkal kepada pasien,
Padahal sebenarnya pasien mendapatkan
2100 kkal.
6. Tindak Pidana Korupsi Terkait Benturan
Kepentingan dalam Pengadaan
Diatur dalam pasal 12 huruf f
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan pidana korupsi yang
diperbaharui undang-undang No 20 tahun 2001.
“Pegawai
negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan
sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan,atau persewaan, yang pada saat
dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya”
Contoh
Kasus
Panitia
lelang barang ingin memutuskan pemenang lelang, ternyata ada anggota keluarga
ataasannya yang ikut tender. Akhirnya panitia memutuskan keluarga atasan yang
menang karena ada tekanan atau titipan dari sang atasan.
7. Tindak Pidana Korupsi Terkait Gratifikasi
Gratifikasi dalam arti
luas yaitu meliputi pemberian uang, rabat, (diskon), komisi, pinjaman tanpa
Bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan
cuma-Cuma dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi
dapat dikategorikan sebagai tindakan korupsi apabila setiap gratifikassi kepada
pegawai negeri atau penyelenggara Megara dianggap memberi suap apabila
berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya,.penyelenggara tugas atau PNS meliputi semua pejabat dan pegawai
lembaga tinggi dari pusat sampai daerah termasuk DPR/DPRD, hakim, jaksa,
polisi, rector, Perguruan Tinggi negeri, BUMN/BUMD, pimpinan proyek dan lainya
wajib melaporkan gratifikasi.
Gratifikasi diatur dalam pasal 12 huruf b undang-undang nomor 31 tahun
1999 tentang Pemberantasan Piana Korupsi yang diperbaharui undang-undang no 20
tahun 2001.
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerim hadiah, padahal diketahui atau patut di duga bahwa hadiah tersebut
diberikan sebagai akibat atau
Disebabkan
karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajiban”
Untuk dapat mengidentifikasi apakah
pemberian tersebut disebut gratifikasi , maka dapat dilakukan melalui self
assessment “AMATI” yaitu :
A = Aturan , bagaimana aturan yang berlaku di
institusi saudara terkait penerimaan gratifikasi ?
M
= Maksud , apa maksud si pemberi memberikan gratifikasi kepada saudara ?
A
= Agenda , adakah agenda kegiatan yang sedang beralngsung pada saat
dilakukannya pemberian gratifikasi kepada saudara ?
T = Terbuka , apakah pemberian tersebut sah dan
dilakukan secara terbuka ?
I
= Identitas , bagaimana identitas dan latar belakang pemberi dalam
kaitannya dengan dan pelaksanaannya tugas serta kewajiban saudara ?
Penerimaan gratifikasi wajib dilaporkan
kepadaa KPK langsung atau melalui unit
pengendalia Gratifikasi (UPG )
selambat lambatnya 30 ( tiga puluh ) hari terhitung sejak tanggal gratifikasi
tersebut diterima. Gratifikasi yang nilainya Rp. 10.000.000 (sepuluh juta
rupiah) atau lebih, pembukian bahwa gratifiasi tersebut bukanmerupakan suap ,
dilakukan oleh penerimaan gratifikasi. Gratifikasi
yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000.pembuktiannya bahwa gratifikasi
tersebut suap dilakukan oleh penuntutumum. Sanksi yang di terima apabila tidak
melaporkan gratifikasi adalah pidan penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling sedikit 4 tahun dan paling lama
20 tahun , serta denda paling sedikit Rp. 200.000.000 , paling banyak
Rp. 1.000.000.000. ( UU No. 20 tahun 2001 pasal 12B ) gratifikasi yang tidak perlu
dilaporkan ( surat KPK No. B 143/01-13/01/2013,tentang himbauan gratifikasi) misalnya :
a.
Undian , voucher , point rewards , atau
souvenir yang berlaku secara umum dan tidak terkait dengan kedinasan.
b.
Di peroleh karena prestasi akademis atau
non akademis ( kejuaraan / perlombaan / kompetisi ) dngan biaya sendiri dan
tidak terkait dengan kedinasan.
c.
Diperoleh dari keuntungan/bunga dari
penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku secara
umum dan tidak terkait dengan kedinasan..
d.
Di peroleh dari kompensasi atas profesi
diluar kedinasan , yang diperoleh dari hadiah langsung/tidak terkait dengan
tupoksi dari pegawai negeri atau penyelenggara negara , tidak melanggar konflik
kepentingan dan kode etik pegawai dan dengan ijin tertulis dari atasan
langsung.
e.
Diperoleh dari hubungan keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus dua derajat atau dalam garis keturunan disamping
satu derajat sepanjang tidak mempunyai konflik kepentingan dalaam.
Contoh kasus
a. Seorang
petugas kesehatan mendapat tiket gratis , biaya penginapan dari rekanan farmasi
untuk mengikuti kegiatan ilmiah.
b.
Keluarga pasien memberikan uang atau
barang kepadaa petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan yang lebih dari
biasanya.
c. Mahasiswa
memberikan hadiah kepada pembimbing dari penguji pada saat ujian akhir.
Tabel 1. Ringkasan Jenis Tindakan
Pidana
NO
|
Kelompok tindakan pidana
korupsi
|
Pasal
|
1.
|
Kerugian keuangan negara
|
Pasal 2 , pasal 3
|
2.
|
Suap menyuap
|
Pasal 5 ayat 1 a,b
Pasal 5 ayat 2
Pasal 5 ayat 1 a,b
Pasal 6 ayat 2
Pasal 11
Pasal 12 huruf a , b , c ,
Pasal 13
|
3.
|
Penggelapan dalam jabatan
|
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10 huruf a , b , c
|
4.
|
Pemerasan
|
Pasal 12 huruf e , g , f
|
5.
|
Pembuatan curang
|
Pasal 7 ayat 1 a , b , c , d
Pasal 7 ayat 2
Pasal 12 huruf h
|
6.
|
Benturan kepentingan dalam pengadaan
|
Pasal 12 huruf i
|
7.
|
Gratifikasi
|
Pasal 12 huruf b
|
Korupsi dalam berbagai perspektif
a.
Korupsi
dari perspektif budaya
Dalam
perspektif budaya , korupsi menjadi sesuatau yang dianggap biasanya karena
telah dilakukan baik secara sadar maupun tidak sadar dalam sikap hidup sehari
hari. Budaya korupsi sudah sejak zaman dahulu dilakukan , misalnya pada zaman
kerajaan seorang raja mendapatkan upeti dan hadiah dari masyarakatnya. Hal ini masih kerap dilakukan oleh
masyarakatterhadap pemimpinnya.kebiasaan masyarakat memberikan uang pelicin
atau tip kepada petugas untuk mendapatkan kemudahan dalam memperoleh pelayanan.
Kebiasaan dari masyarakat dimulai dari nilai nilai individu yang memandang
bahwa sesuatu dari unsure budayanya. Sikap masyarakat yang berpotensi
menyuburkan tindak korupsi misalnya :
-
Nilai – nilai di masyarakat kondusif
untuk terjadinya korupsi
Korupsi
bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat misalnya , masyarakat menghargai
seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat
masyarakat tidak kritis pada kondisi , misalnya dari mana kekayaan itu
didapatka.
-
Masyarakat kurang menyadari bahwa korban
utama korupsi adalah masyarakat sendiri. Anggapan masyarakat umum terhadap
peristiwa korupsi , soso yang paling dirugikan adalah negara.padahal bila
negara rugi , esensinya palig rugi adalah masyarakat juga , karena prosen
anggaran pembangunan bisa berkurang sebagai akibat dari pembuatan korupsi
-
Masyarakat kurang menyadari bila dirinya
terlibat korupsi. Setiap pembuatan korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat.
Hal ini kurang di sadari oleh masyarakat. Bahkan seringkali masyarakat sudah
terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari hari dengan cara cara terbuka
namun tidak disadari.
-
Masyarakat kurang menyadari bahwa
korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam
agenda pencegahan. Dan pemberatasan. Pada umumnya masyarakat berpandangan bahwa
maslah korupsi adalah tanggung jawab pemerintah semata. Masyarakat kurang
menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut
melakukannya.
-
Dibidang kesehatan sering kita
jumpaikejadian seorang pasien atau keluarga memberikan sesuatau kepada petugas
kesehatan selama atau setelah mendapatkan pelayanan kesehatan dimana sebernya petugas tersebut tidak mau
menerima pemberiannya.
Kultur organisasi
biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi
tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif
mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisidemikian perbuatan negatif , seperti
korupsi memiliki peluang untuk menjadi.
b.
Korupsi
dari perspektif agama
Kelemahan yang ada pada individuatau orang perorangan
adalah salah satu faktor penting.
Kelemahantersebut
dapat berupa ketiadaan rasa regilius dalam kehidupannya , dan juga ketiadaan
apresiasi terhadap nilai - nilai kemuliaan disertai dengan lemahnya disiplin
diri dan etika dalam bekerja , juga adanya sifat tamak dan egois , hanya
mementingkan diri rendiri saja. Biasanya hal ini terjadi karena pendidikan yang
rendah baik formal maupun non formal .semua kelemahan tersebut tentu akan
mengurangi integritas . hal lainnya adalah jika individual hanya berfikir dari
satu sisi saja yaitu hanya melihat kelemahan
orang lain , tapi enggan menyadari kelemahan diri sendiri , atau menolak
untuk mengakui atau mengatasi kelemahannya tersebut. Keinginan yang tidak
sesuai dengan kemampuan , sehingga menyebabkan individual tersebut cenderung untuk melakukan korupsi ,
malpraktek , penyalahgunaan kekuasaan dan kelakuan amoral lain. Kemungkinan
untuk korupsi akan semakin mengikat jika tidak ada nilai nilai kemuliaan yang dimiliki.
Sebagai
gaya hidup modern yang normal, orang dapat dengan mudah melupakan ajaran ajaran
agama yang dianutnya lalu melakukan tindak pidana korupsi karena dia tidak mau
berbeda dari praktek hidup normal orang orang llain dalam masyarakatnya , jika
dalam suatu negara nyaris seluruh penduduknya jika dalam suatu negara nyaris
seluruh penduduknya sangat saleh suatu negara itu bisa jadi sudah tak efektif
membentuk jadi diri , watak dan perilaku warga masyarakatnya. Jika ini yang
terjadi kenyataan , usaha memberantas korupsi
jelas tidak bisa diserhkan hanya kepada pranata pranata keagamaan , atau
hanya lewat ajaran ajaran agama dan kidah kaidah budi pekerti atau hanya lewat
hukum adat.
Kalau
agama memang mengajarkan dan mengarahkan para penganutnya hanya untuk hidup
jujur , lurus dan benar , sudah seharusnya orang beragama tidak korupsi , dan
korupsi tidak dilakukan orang beragama , dan orang beragama juga korupsi .
kenapa demikian ? bisa banyak penyebabnya. Harus disadari , kelakuan
seseorangtidak hanya di tentukan oleh agamanya ; ada banyak faktor yang
mempengaruhi orang untuk bertindak , antara lain faktor genetik , faktor
neurolis , faktor psikologis , faktor sosiologis , dan faktor pendidikan dan
pengasuhan. Agama berperan lebih banyak dalam dunia pendidikn dan pengasuhan
manusia untuk membentuk jaati diri , watak dan kelakuan manusia.
Tetapi ada
faktor-faktor lain yang bias tidak
tersentuh oleh agama, atau bisa
mengalahkan kekuatan ajaran-ajaran agama. Faktor genetik dan factor neurologis
yang menghasilkan perilaku anti-sosial atau perilaku jahat lainnya , bias diatasi
hanya oleh teknologi modern ; dua factor ini tak diulas lebih jauh pada
kesempatan ini. Jika seseorang sedang mengalami tekanan psikologis yang sangat
kuat untuk segera menjadi kaya raya karena yang bersangkutan tak mau hidup
miskin atautau di kalahkan rekan-rekannya yang terus sukses secara material,
atau harus segera mendapatkan uang dalam jumlah besar untuk suatu keprluan yang
tidak bias dielakkannya, orang ini dapat bersikap masa bodoh pada ajaran-ajaran
agamanya, lalu korupsi. Ketika seseorang hidup dalam suatu masyarakat yang
sangat konsumeristik dan nyaris semua warganya mengejar kekayan sebagai gaya
hidup modern yang normal, orang ini
dapat dengan mudah melupakan ajaran-ajaran agama yang dianutnya, lalu melakukan
tindak pidana korupsi karena dia tidak mau berbeda dari praktek hidup normal
orang-orang lain dalam masyarakatnya.
Jika dalam suatu Negara nyaris semua
penduduknya sangat saleh beragama, tapi korupsi tetap ada dan bahkan meningkat,
kekayaan ini menunjukan agama dalam Negara itu bias jadi tak efektif membentuk
jatidiri, watak dan perilaku warga dan masyarakatnya. Jika ini yang menjadi
kekayaan, usaha memberantas korupsi
jelas tidak bias diserahkan hanya kepada pranata-pranata keagamaan,atau hanya
lewat ajaran-ajaran agama dan kaidah-kaidah budi pekerti, atau hanya lewat
hukum adat. Tidak bias lain; ada atau tidak ada agama, hokum positif harus di
tegakan tanpa pandang-pandang bulu, pemberantasan korupsi harus menjadi
kegiatan serius Negara yang sinambung, dan para pemimpin Negara dan masyarakat
haruslah sosok-sosok yang berintegritas, jujur dan memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi untuk hidup bersih selamanya, sehingga bias diteladani. Disamping
itu, masyarakat bersama pemerintah harus berusaha keras menengakkan suatu
system ekonomi yang di dalamnya komptensi, keadilan, kesempatan untuk maju, dan
solidaritas social, berinteraksi secara berimbang. Tetapi, korupsi juga bias
didorong oleh ajaran-ajaran agama, misalnya ajaran bahwa setiap penganut agama
ini akan dijamin kehidupannya leh tuhan sehingga tak akan hidup miskin, melainkan akan kaya raya seperti tuhan dan
mahakanya; ajaran semacam ini potensial mendorong orang beragama korupsi. Dalam agama tertentu, ajaran semacamini
disebut sebagai “teologi sukses”
atau ‘’teologi kemakmuran”. Tentu saja sukses dalam kemakmuran adalah
hal-hal yang baik yang patut dikejar oleh setiap orang, sebab dengan kekayaan
bita bias hidup lebih baik dan lbih sehat. Tetapi hendaknya kemakmuran dan
sukses yang kita kejar, harus mendatangkan dampak positif bagi keseluruhan
masyarakat, bukan hanya bagi kita. Berbeda dari “teologi kemakmuran” , ada juga
agama tertentu yang mendorong umatnya untuk hidup bersahaja, tak melekat pada
kekayaan duniawi, bahkan untuk menjadi miskin dengan rela, denga melepas kekayaan
yang pernah dimiliki untuk kepentingan public. Tentu ajaran
agama
yang semacam ini, meskipun dampak tak realistik, bias efektif meniadakan
korupsi jika memang umatnya
menyetujuinya dengan iklas.
C. korupsi dari perspektif hokum
Korupsi merupakan perbuatan melawan
hukum baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merugikan perekonomian
atau keuangan Negara dari segi matriil perbuatan iti dipandang sebagai
perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat. Mengingat
bahwa korupsi merupakan kejahatn luar biasa, sehingga penanganan korupsi inipun
tidak bisa dilakukan dengan cara-cara
yang biasa, harus dibedakan dengan tindak pidana khusus.
Menurut wujudnya atau sifatnya,
perbuatan-perbuatan pidana adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum
khususnya korupsi merupakan perbuatan yang merugikan ekonomi dan keuangan
Negara, menguntungkan diri sendiri, orang lain atau corporation dalam arti
merupakan perbuatan buruk dan menyimpang bertentangan dengan atau menghambat
dalam terlaksanannya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan
adil. Dangan wujud dan sifat perbuatan tindak pidana korupsi yang spesifik,
yaitu korelasi antara aspek hukum dan moral yang sangat komplek sehingga secara
teoristik asas hukum dalam sistem hukum pidana akan sangat menguntungkan
ratiologis dari suatu produk peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan
korupsi dalam rangka pemberantassn
tindak pidana korupsi di Indonesia,
sesuai dengan asas hukum maka diterspkan tentang peraturan khusus tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu UU No. 3 tahun 1971, UU No. 31 tahun
1999 dan UU No. 20 tahun 2001, akan
tetapi peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk kejahatan seperti
kejahatan perpajakan money laundering,
kehutanan, perikanan, pertambangan dan sebagainya yang deliknya dapat memenuhi
unsur-unsur perbuatan korupsi, berlaku
peraturan perundang-undangan masing-masing.
Problem muncul ketika dalam proses penanggulangannya dilakukan seperti
proses penegakan hukum dengan peraturan ini korupsi sebagai peraturan khusus
atau tindak pidana khusus (tipidsus) menimbulkan system hukum dalam penegakan
hukum tindak pidana korupsi karena tidak dapat diterapkan system hukum hanya
dengan asas legalitas formal tetapi juga mencakup asas legalitas materiil atau
nonformil yang memengaruhi hubungan
antara
hukum dan moral serta perkembangan budaya yang sangat cepat. Oleh karena berbagai instansi membuat
peraturan perundang-undangan tersendiri dengan membuat sanksi pidana sendiri,
padahal dalam setiap kegiatan operasional instansi terdapat potensi korupsi,
akan tetapi dengan peraturan khusus dalam undang-undang tersendiri sering kali
menjadi tameng untuk melepaskan diri dari jeratan korupsi. Dengan demikian,
dalam upaya penanggulangan kejahatan yang potensial korupsi tersebut didasarkan
pada aturan formil acara pidana biasa,
bukan dengan aturan formil korupsi yang extra ordinarycrime.
Penggunaan sanksi pidana melalui
pencantuman bab tentang “ketentuan pidana” dalam suatu produkperaturan
perundang-undangan pada hakikatnya dimaksudkan untuk menjamin agar peraturan
produk perundang-undangan tersebut dapat ditaati dan dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Eksistensi sanksi pidana tersebut dimaksudkan untuk memperkokoh
berlakunya peraturan perundang-undangan.Terhadap rumusan tindak pidana korupsi
pada suatu peraturan perundang-undangan tidak selalu konsisten, artinya
kebijakan mencantunkan substansi pasal tindak pidana korupsi bukan merupakan
suatu keharusan untuk bersifat absolute dengan kata lain, meakipun suatu
peraturan perundang-undangan potensial dengan korupsi bukan suatu inkonsistensi
jika digunakan atau tidak delik korupsi dalam setiap produk peraturan
perundang-undagan. Kebijakan penggunaan tersebut menggunakan problematic hukum
inkonsisten dari system hukum yang mengatur perbuatan tindak pidana korupsi dn
yang ada nanya tindak pidana umum/biasa. Penggunaan sanksi pidana dalam suatu
produk perundang-undangan tersebut dengan sanksi tindak pidana biasa (ordinary
crime).
Fenomena social yag menonjol dalam
system hukum pidana dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi
antara lain transisi dan perubahan praktik system hukum pidana dari cara tradisonal, konvensional, nasional menuju system hukum
yang global atau internasional. Masyarakat semakin dihadapkan dengan berbagaai
persoalan yang sangat komplek dengan diikuti munculnya berbagai aturan baru
dalam masyarakat yang secara dogmatik hokum. Pelaksaan system peradilan pidana
meliputi subsistem hukum, struktur hukum dan budaya hukum bahkan kebijakan
hukum secara yuridis formal bertentangan dengan undang-undang dasar 1945 hukum belum mencerminkan rasa keadilan yang
diharapkan masyarakat. Problematik hukum
dalam praktik system hukum pidana pada system peradilan pidana korupsi
diperlukan penelitian.Beberapa instrument hukum atau perundang-undangan yang
potensial korupsi dan yang belum mengatur delik korupsi sebagai extra ordinary
crime, tetapi hanya sebagai delik tindak pidana biasa. Hal ini mencerminkan
terjadinya kesenjangan den implimentasi konsistensi system hukum pidana di
Indonesia atau belum ada legal spirit yang menunjukan adanya sense of krisis
terhadap korupsi.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan
dari makalah ini ialah korupsi suatu perbuatan yang buruk dari manusia yang kenyataannya
sangat sulit untuk mengatasinya ,karena
perbuatan ini kita sadari atau tidak sudah terbentuk dimasyarakat bahkan
semenjak kita masih kecil,hanya saja kerugiannya masih kecil,berbeda dengan
korupsi yang dilakukan oleh para pejabat Negara yang memakai kekuasaannya untuk kepentingan sendiri yang
bisa sangat merugikan Negara atau masyarakat ,oleh karena itu dibentuklah
Undang – Undang tentang pemberantasan pidana korupsi .dimana orang yang
melakukan tindakan yang masuk kedalam ciri – ciri korupsi yang telah dinyatakan sebagai koruptor akan dihukum pidana penjara dan
hukuman pidana denda sesuai dengan Undang – Undang
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar