TERSEDIA UNTUK ANDA

Cari Hotel Murah ? Diskon hingga 70%

Senin, 25 Januari 2016

PendidikanBudaya Anti Korupsi (PBAK) MEMAHAMI CIRI DAN JENIS KORUPSI DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF



MAKALAH
PendidikanBudaya Anti Korupsi (PBAK)
MEMAHAMI CIRI DAN JENIS KORUPSI DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF


DI SUSUN OLEH:


AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SERANG 2014-2015

DAFTAR PUSTAKA

1.    Rencana Tindak Lanjut Modul Pelatihan Desa Siaga, Pusdiklat, Jakarta,2006
2.    Modul Pelatihan TPPK,Pusdiklat, Jakarta, 2005












iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  LatarBelakang............................................................................................................ 1
1.2  Tujuan........................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 CiridanJenisKorupsi................................................................................................... 2
2.2 KorupsiDalamBerbagaiPerspektif............................................................................. 16
BAB III PENUTUP
Kesimpulan...................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... iii





 
 




ii


KATA PENGANTAR

Pujisyukurkehadirattuhan yang mahaesakarenadenganpertolongan-NYA sayadapatmenyelesaikantugasmakalah yang berjudul“ MemahamiCiridanJenisKorupsidalamPerspektifBudayadan Agama” . Walaupunbanyaktantangandanrintangan yang kami alamidalam proses pengerjaannyatapi kami dapatmenyelesaikannyadenganbaik.


kamiharapkanhalinijugadapatbergunabagikitasemua. Kami menyadaribahwamasihbanyaksekalikekuranganmakalahini, untukitu kami sangatmembutuhkankritikdan saran daritemantemansekalian.



Serang,14Maret 2015


penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1 Latar Belekang
Korupsi merupakan suatu masalah besar yang sampai saat ini masih manyak terjadi di Negara Indonesia. saat ini  Negara kita sudah terbentuk sebuah badan untuk mengatasi korupsi ini yang disebut KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),namun ternyata orang – orang yang seharusnya memberantas korupsi malah terjebak sehingga beberapa dari mereka melekukan korupsi juga.dimana orang yang melakukan korupsi akan di hokum secara pidana .hal ini sudah terdapat dalam Undang – Undang .
Menurut undang-undang no.31 tahun 1999 tentang pemberantas tindak pidana korupsi,yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah : setiap orang yang dikategorikan melawan hukum,melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu porporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara

2 Tujuan
            1.Dapat mengetahui ciri dan jenis korupsi
            2. Memahami korupsi dari perspektif budaya dan agama




BAB II
PEMBAHASAN

CIRI DAN JENIS KORUPSI
Korupsi merupakan istilah yang sering kita jumpai saat ini,berbagai media masa,elektronik hampir setiap saat melaporkan adanya korupsi. Korupsi berasal dari perkataan bahasa latin “corruptio”  yang berarti kerusakan atau kebobrokan. Dalam bahasa inggris “corruption” dan perancis “corruption” yang berarti perbuatan atau kenyataan yang menimbulkan keadaan yang bersifat buruk, perilaku yang jahat yang tercela atau kebejatan moral.
Menurut undang-undang no.31 tahun 1999 tentang pemberantas tindak pidana korupsi,yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah : setiap orang yang dikategorikan melawan hukum,melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu porporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
a.       Ciri korupsi
Korupsi menurut syed Hussein al atas dalam sumarwani S,2011 mempunyai cirri sebagai berikut:
1.      Suatu penghianatan terhadap kepercayaan
2.      Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta atau masyarakat umumnya
3.      Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus
4.      dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan dimana orang orang yang berkuasa atau bawahannya menganggap tidak perlu
5.       melibatkan lebih dari satu orang atau pihak
6.      Adanya kewajiban dan keuntungan bersama,dalam bentuk uang atau yang lain
7.      Terpusatnya kegiatan korupsi pada mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dan mereka yang dapat mempengaruhinya
8.      Adanya usaha untuk menutupi korup dalam bentuk pengesahan hukum
b.      Jenis korupsi
Syed Hussein Al atas dalam sumarwani S,(2011) juga mengemukakan bahwa terdapat tujuh jenis korupsi dipandang dari segi tipologi yaitu :
1.      Korupsi transaktif (tansachtife corruption); yaitu menunjukan kepada adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pembeli dan pihak penerima keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif diusaha tercapainya keuntungan ini oleh kedua-duanya
2.      Korupsi yang memeras (ekstrotive corruption); adalah jenis korupsi dimana pihak pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancamdirinya,kepentingannya atau orang-orang atau hal-hal yang dihargainya.
3.      Korupsi investive (investive corruption); adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dari keuntungan tertentu selain keuntungan yang di bayangkankan diperoleh dimasa yang akan datang
4.      Koroptor korupsi pererabatan ( nepotistich corruption); adalah penunjukan yang tidak sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan,atau tindakan yang memberikan perlakuan yang mengutamakan dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk lain,kepada mereka, secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.
5.      Korupsi defensif ( devensive corruption )  adalah prilaku korban korupsi dengan pemerasan ,korupsinya adalah dalam rangka memepertahankan diri.
6.      Korupsi otogenik (autogenic corruption ) adalah korupsi yang di laksanakan oleh seseorang seorang diri .
7.      Korpsi dukungan ( supportive corruption ) yaitu korupsi tidak secara langsung menyangkut uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain.

Menurut Undang Undang NO 31 tahun 1999 tentang pemberantas piana korusi yang di perbaharui UU NO tahun 2001 menetapkan 7 jenis tindak pidana korupsi yaitu korupsi terkait kerugian keuangan Negara , suap menyuap,penggelapan dala m jabatan, pemerasan, perbuata curang ,benturan kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi.

1.      Korupsi Terkait Kerugian Keuangan Negara
Untuk membahas korupsi terkait kerugian keuangan Negara , maka perlu diketahui apa yang di maksud keuangan Negara .UU NO 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi menyatakan: keuangan Negara yang di maksud adalah seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apapun , yang di pisahkan atau yang tidak di pisahkan,termasuk didalamnya segala bagian  kekayaan Negara dan segala hak dan kewajibaan yang timbul karena :
a.       Berada dalam penguasaan, pengurusan , dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun daerah;
b.      Berada dalam penguasaan ,pengurusan, dan pertanggungjawaban ,Badan Usaha Milik Negara / Badan Usaha Milik Daerah ,yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal Negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.”
Undang-undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara menyatakan keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat nilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (pasal 1 angka 1). Pasal 2 menyatakan keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1, meliputi, antara lain kekayaan Negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan Negara/perusahaan daerah.
Tindak pidana korupsi terkait kerugian Negara dijelaskan dalam undang-undang nomor 31 tahun1999 tentang pemberantas pidana korupsi yang di perbaharui undang-undang no 20 tahun 2001 yaitu pasal 2 dan pasal 3
Pasal 2
1.      Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh ) tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
2.      Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1(satu) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan .

Contoh kasus
a.       Seorang pegawai negri mengikuti tugas belajar dan biaya oleh pemerintah ,ternyata yang bersangkutan tidak dapat menyelesaikan tugas belajar nya.
b.      Seorang mahasiswa yang mengikuti pendidikan kedinasan dan di biayai oleh Negara tetapi yang bersangkutan drop out dan tidak mengembalikan uang yang dipakai selama pendidikan .
c.       Suatu proyek pembangunan gedung pekerjaan sudah dilakukan oleh penyedia 90% ,ternyata dibayarkan oleh PPK sebesar 100% ,maka kerugian negara 10% dari nilai kontrak pekerjaan.
d.      Seorang pegawai pencatat retribusi pelayanan di puskesmas tidak menyetorkan keuangan sesuai dengan jumlah pasien yang datang  berobat .
e.       Menggunakan fasilitas kendaraan oprasional pemerintah untuk disewakan kepada pihak luar dan uang sewanya tidak di setorkan ke kas Negara .
                          
2. korupsi terkait dengan suap menyuap

Berdasarkan kitab Undang – undang Hukum Pidana ( KUHP)  ada 7 jenis bentuk tindakan pidana suap yaitu :
a.       Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud menggerakannya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya .
b.      Memberi sesuatu kepada seorang pejabat karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatanya .
c.       Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang  hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan tentang perkara yang diserahkan kepadanya  untuk diadili .
d.      Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang yang menurut ketentuan undang undang ditentukan menjadi penasihat atau adviseur untuk mengadili sidang atau pengadilan , dengan ,maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
e.       Seorang pejabat menerima hadiah atau janji padahal diketehui atau sepatutnya harus di duganya .,bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya.
f.       Pegawai negeri menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakannya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya .
g.      Pegawai negeri yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat atau oleh karena sipenerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya .
Korupsi terkait dengan suap menyuap dalam Undang – undang no 20 Tahun 2001 diatur dalam pasal 5 , pasal 6, pasal 11,pasal 12 dan pasal 13.
Pasal 5
1)      Dipidana denagan pidana penjara paling singkt 1(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit  Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang : 
a.    Memberi  atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara Negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya ,yang bertentangan dengan kewajiban ; atau
b.Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban,dilakukan atau tidak di lakukan dalam jabatannya .
2)      Bagi pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana di maksud dalam auat  (1) huruf   a   atau huruf   b   ,dipdana dengan pidana yang sama sebagaimana di maksud dalam ayat (1) .

Pasal 6 
1)   Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas ) tahun dan pidana denda paling sedikit  Rp 150.000.000,00  (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak          Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang :
a.    Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili ; atau
b.   Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseoarang yang menurut ketentuan peraturan perundang – undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk di adili.
2)   Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagimana dimaksud dalam ayat (1) huruf    a   atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf    b   , dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

Pasal 11  
     Dipidana dengan pidana penjara  paling singkat  1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit   Rp  50.000.000,00  (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)  pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga ,bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya , atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Pasal 12
    Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp  200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak   Rp   1.000.000.000.,00  (satu miliar rupiah) :
a.       Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji ,padahal diketahui atau diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya , yang bertentangan dengan kewajibannya ;
b.      Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah , padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagi akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban ;
c.       Hakim yang menerima hadiah atau janji , padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya unutuk diadili;
d.      Sesorang yang menurut ketentuan peraturan perundang – undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan , menerima hadiah atau janji ,padahal diketehui atau patut diduga  bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubungan dengan perkara yang dierahkan kepada pengadilan  untuk diadili ;

Pasal 13  Undang – Undang No 31 tahun 1999
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan aatau kedudukannya , atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut , dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak   Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)
Contoh kasus 
a.    Seorang ibu datang ke panitia penerima mahasiswa baru dan menyampaikan keinginan agar anaknya bisa diterima menjadi mahasiswa . ibu tersebut menjanjikan  kalau anaknya bisa diterima akan diberikan sesuatu
b.   Panitia lelang pandangan barang dengan penunjukan langsung dijanjikan fee oleh penyedia agar perusahaannya yang ditunjuk mengerjakan proyek tersebut.

3.      Korupsi terkait dengan penggelapan dalam jabatan
Kejahatan korupsi ini diatur dalam pasal 8, pasal 9 dan pasal 10 Undang – undang nomor 31 Tahun 1999  Tentang Pemberantasan Pidana Korupsi yang diperbaharui undang – undang No 20 Tahun 2001
Pasal 8
   Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit   Rp   150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) ,pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang  ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya ,atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
Pasal 9
   Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp     250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar yang khusus untuk permintaan administrasi.

Pasal 10
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun  dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja :
a.  Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang di kuasai karena jabatannya; atau
b.  membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakan, atau membuat tidak dapat dipakai barang akta, surat, atau daftar tersebut; atau
c.  membantu orang lain menghilangkan,menghancurkan, merusakan, atau membuat tidak dapat dipakai barang akta, surat, atau daftar tersebut.
Contoh Kasus
a.    Seorang pejabat dengan kekuasaannya menertbitkan surat pengalihan balik nama barang
     atas namanya sendiri atau orang lain padahal menyalahi prosedur.
b.    Seorang pejabat yang berwenang menerbitkan surat penghapusan ganti rugi kehilangan mobil dinas di luar jam kerja oleh seorang pegawai, padahal seharusanya yang bersangkutan harus mengganti kehilanagan mobil tersebut.

4.  Tindak Pidana Korupsi Pemerasan
     diatur dalam pasal tindak pidana korupsi pemerasan diatur dalam pasal 12 poin e, f, g Undang-undang No 20 Tahun 2001.

Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjarara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalah gunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayara, atau menerima pembaaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima atau memotong pembayaran  kepada pegawai negerri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kasumum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas mum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
 Contoh Kasus
a.    Sebuah institusi sekolah pemerintah dalam ketentuan tidak boleh menarik uang kepada mahasiswanya selain yang sudah tercantum dalam dalam PNBP. Karena alasan tertentu seperti kegiatan PKL memaksa mahasiswa untuk membayar kegiatan tersebut.
b.   Seorang dosen menerbitkan buku yang sudah beredar di took buku. Pada saat mengajar si dosen menyampaikan bahwa seluruh mahasiswa diwajibkan untuk membeli buku yang dikarang oleh dosen yang bersangkutan.
c.    Seorang petugas imunisasi menggunakan alat suntik untuk kegiatan imunisasi di posyandu. Petugas tersebut memaksa untuk mengganti alat suntik tersebut kepada warga, padahal alat suntiktersebut sudah dialokasikan anggarannya dari pemerintah.

5.  Tindak Pidana Korupsi Perbuatan Curang 
     Dapat dilihat pada pasal 7 dan pasal 12 huruf h Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Pidana Korupsi Yang Di Perbaharui Undang-Undang No 20 Tahun 2001.

Pasal 7
(1)      Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) :
a.       Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam perang;
b.      Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana di maksud dalam dalam huruf a;
c.       Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan Negara dalam keadaan perang; atau
d.      Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Repubik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
(2). Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau ornag yang menerima penyerahan barang keprluan Tentara Nasional Republik Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 12 huruf h
Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah Negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal di ketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perindang-undangan.

Contoh Kasus
a.       seorang pasien harus mengantri urutan dalam pemeriksaan dokter, seharusnya yang bersangkutan urutan 50, tetapi karena ada keluarga yang bekerja dirumah sakit sehingga menjadi urutan 10.
b.      Seorang mahasiswa membuat laporan kegiatan praktik klinik dengan menggunakan data yang tidak sebenarnya (ngarang sendiri)
c.       Mahasiswa membuat catatatn kecil untuk mencontek pada saat ujian.
d.      Seorang petugas gizi dengan sengaja memberikan jumlah diet 1700 kkal kepada pasien,
Padahal sebenarnya pasien mendapatkan 2100 kkal.       

6.  Tindak Pidana Korupsi Terkait Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
      Diatur dalam pasal 12 huruf f Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan pidana korupsi yang diperbaharui undang-undang No 20 tahun 2001.
     
Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan,atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya”
     
Contoh Kasus
Panitia lelang barang ingin memutuskan pemenang lelang, ternyata ada anggota keluarga ataasannya yang ikut tender. Akhirnya panitia memutuskan keluarga atasan yang menang karena ada tekanan atau titipan dari sang atasan.

7.  Tindak Pidana Korupsi Terkait Gratifikasi
      Gratifikasi dalam arti luas yaitu meliputi pemberian uang, rabat, (diskon), komisi, pinjaman tanpa Bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-Cuma dan fasilitas lainnya.
      Gratifikasi dapat dikategorikan sebagai tindakan korupsi apabila setiap gratifikassi kepada pegawai negeri atau penyelenggara Megara dianggap memberi suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,.penyelenggara tugas atau PNS meliputi semua pejabat dan pegawai lembaga tinggi dari pusat sampai daerah termasuk DPR/DPRD, hakim, jaksa, polisi, rector, Perguruan Tinggi negeri, BUMN/BUMD, pimpinan proyek dan lainya wajib melaporkan gratifikasi.
Gratifikasi diatur dalam  pasal 12 huruf b undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Piana Korupsi yang diperbaharui undang-undang no 20 tahun 2001.

 “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerim hadiah, padahal diketahui atau patut di duga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau
Disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban”
      Untuk dapat mengidentifikasi apakah pemberian tersebut disebut gratifikasi , maka dapat dilakukan melalui self assessment “AMATI” yaitu :
A  = Aturan , bagaimana aturan yang berlaku di institusi saudara terkait penerimaan gratifikasi ?
M = Maksud , apa maksud si pemberi memberikan gratifikasi kepada saudara ?
A  = Agenda , adakah agenda kegiatan yang sedang beralngsung pada saat dilakukannya pemberian gratifikasi kepada saudara ?
T  = Terbuka , apakah pemberian tersebut sah dan dilakukan secara terbuka ?
I   = Identitas , bagaimana identitas dan latar belakang pemberi dalam kaitannya dengan dan pelaksanaannya tugas serta kewajiban saudara ?
      Penerimaan gratifikasi wajib dilaporkan kepadaa KPK langsung atau melalui unit  pengendalia Gratifikasi  (UPG ) selambat lambatnya 30 ( tiga puluh ) hari terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Gratifikasi yang nilainya Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembukian bahwa gratifiasi tersebut bukanmerupakan suap , dilakukan oleh penerimaan gratifikasi.   Gratifikasi yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000.pembuktiannya bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntutumum. Sanksi yang di terima apabila tidak melaporkan gratifikasi adalah pidan penjara seumur hidup atau pidana  penjara  paling sedikit 4 tahun dan paling lama  20 tahun , serta denda paling sedikit Rp. 200.000.000 , paling banyak Rp. 1.000.000.000. ( UU No. 20 tahun 2001 pasal 12B ) gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan ( surat KPK No. B 143/01-13/01/2013,tentang himbauan gratifikasi)  misalnya :
a.       Undian , voucher , point rewards , atau souvenir yang berlaku secara umum dan tidak terkait dengan kedinasan.
b.      Di peroleh karena prestasi akademis atau non akademis ( kejuaraan / perlombaan / kompetisi ) dngan biaya sendiri dan tidak terkait dengan kedinasan.
c.       Diperoleh dari keuntungan/bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku secara umum dan tidak terkait dengan kedinasan..
d.      Di peroleh dari kompensasi atas profesi diluar kedinasan , yang diperoleh dari hadiah langsung/tidak terkait dengan tupoksi dari pegawai negeri atau penyelenggara negara , tidak melanggar konflik kepentingan dan kode etik pegawai dan dengan ijin tertulis dari atasan langsung.
e.       Diperoleh dari hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus dua derajat atau dalam garis keturunan disamping satu derajat sepanjang tidak mempunyai konflik kepentingan dalaam.
Contoh kasus 
a.       Seorang petugas kesehatan mendapat tiket gratis , biaya penginapan dari rekanan farmasi untuk mengikuti kegiatan ilmiah.
b.      Keluarga pasien memberikan uang atau barang kepadaa petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan yang lebih dari biasanya.
c.       Mahasiswa memberikan hadiah kepada pembimbing dari penguji pada saat ujian akhir.

Tabel 1. Ringkasan Jenis Tindakan Pidana
NO
Kelompok tindakan pidana korupsi
Pasal
1.
Kerugian keuangan negara
Pasal 2 , pasal 3
2.
Suap menyuap
Pasal 5 ayat 1 a,b
Pasal 5 ayat 2
Pasal 5 ayat 1 a,b
Pasal 6 ayat 2
Pasal 11
Pasal 12 huruf a , b , c ,
Pasal 13
3.
Penggelapan dalam jabatan
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10 huruf a , b , c
4.
Pemerasan
Pasal 12 huruf e , g , f
5.
Pembuatan curang
Pasal 7 ayat 1 a , b , c , d
Pasal 7 ayat 2
Pasal 12 huruf h
6.
Benturan kepentingan dalam pengadaan
Pasal 12 huruf i
7.
Gratifikasi
Pasal 12 huruf b


Korupsi dalam berbagai perspektif
a.      Korupsi dari perspektif budaya
Dalam perspektif budaya , korupsi menjadi sesuatau yang dianggap biasanya karena telah dilakukan baik secara sadar maupun tidak sadar dalam sikap hidup sehari hari. Budaya korupsi sudah sejak zaman dahulu dilakukan , misalnya pada zaman kerajaan seorang raja mendapatkan upeti dan hadiah dari masyarakatnya.  Hal ini masih kerap dilakukan oleh masyarakatterhadap pemimpinnya.kebiasaan masyarakat memberikan uang pelicin atau tip kepada petugas untuk mendapatkan kemudahan dalam memperoleh pelayanan. Kebiasaan dari masyarakat dimulai dari nilai nilai individu yang memandang bahwa sesuatu dari unsure budayanya. Sikap masyarakat yang berpotensi menyuburkan tindak korupsi misalnya :
-          Nilai – nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi
Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat misalnya , masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi , misalnya dari mana kekayaan itu didapatka.
-          Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah masyarakat sendiri. Anggapan masyarakat umum terhadap peristiwa korupsi , soso yang paling dirugikan adalah negara.padahal bila negara rugi , esensinya palig rugi adalah masyarakat juga , karena prosen anggaran pembangunan bisa berkurang sebagai akibat dari pembuatan korupsi
-          Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Setiap pembuatan korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang di sadari oleh masyarakat. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari hari dengan cara cara terbuka namun tidak disadari.
-          Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan. Dan pemberatasan. Pada umumnya masyarakat berpandangan bahwa maslah korupsi adalah tanggung jawab pemerintah semata. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.
-          Dibidang kesehatan sering kita jumpaikejadian seorang pasien atau keluarga memberikan sesuatau kepada petugas kesehatan selama atau setelah mendapatkan pelayanan kesehatan  dimana sebernya petugas tersebut tidak mau menerima pemberiannya.
Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisidemikian perbuatan negatif , seperti korupsi memiliki peluang untuk menjadi.
b.      Korupsi dari perspektif agama
Kelemahan yang ada pada individuatau orang perorangan adalah salah satu faktor penting.
Kelemahantersebut dapat berupa ketiadaan rasa regilius dalam kehidupannya , dan juga ketiadaan apresiasi terhadap nilai - nilai kemuliaan disertai dengan lemahnya disiplin diri dan etika dalam bekerja , juga adanya sifat tamak dan egois , hanya mementingkan diri rendiri saja. Biasanya hal ini terjadi karena pendidikan yang rendah baik formal maupun non formal .semua kelemahan tersebut tentu akan mengurangi integritas . hal lainnya adalah jika individual hanya berfikir dari satu sisi saja yaitu hanya melihat kelemahan  orang lain , tapi enggan menyadari kelemahan diri sendiri , atau menolak untuk mengakui atau mengatasi kelemahannya tersebut. Keinginan yang tidak sesuai dengan kemampuan , sehingga menyebabkan individual tersebut  cenderung untuk melakukan korupsi , malpraktek , penyalahgunaan kekuasaan dan kelakuan amoral lain. Kemungkinan untuk korupsi akan semakin mengikat jika tidak ada nilai nilai  kemuliaan yang dimiliki.
Sebagai gaya hidup modern yang normal, orang dapat dengan mudah melupakan ajaran ajaran agama yang dianutnya lalu melakukan tindak pidana korupsi karena dia tidak mau berbeda dari praktek hidup normal orang orang llain dalam masyarakatnya , jika dalam suatu negara nyaris seluruh penduduknya jika dalam suatu negara nyaris seluruh penduduknya sangat saleh suatu negara itu bisa jadi sudah tak efektif membentuk jadi diri , watak dan perilaku warga masyarakatnya. Jika ini yang terjadi kenyataan , usaha memberantas korupsi  jelas tidak bisa diserhkan hanya kepada pranata pranata keagamaan , atau hanya lewat ajaran ajaran agama dan kidah kaidah budi pekerti atau hanya lewat hukum adat.
Kalau agama memang mengajarkan dan mengarahkan para penganutnya hanya untuk hidup jujur , lurus dan benar , sudah seharusnya orang beragama tidak korupsi , dan korupsi tidak dilakukan orang beragama , dan orang beragama juga korupsi . kenapa demikian ? bisa banyak penyebabnya. Harus disadari , kelakuan seseorangtidak hanya di tentukan oleh agamanya ; ada banyak faktor yang mempengaruhi orang untuk bertindak , antara lain faktor genetik , faktor neurolis , faktor psikologis , faktor sosiologis , dan faktor pendidikan dan pengasuhan. Agama berperan lebih banyak dalam dunia pendidikn dan pengasuhan manusia untuk membentuk jaati diri , watak dan kelakuan manusia.
              Tetapi ada faktor-faktor lain yang bias tidak  tersentuh oleh agama,  atau bisa mengalahkan kekuatan ajaran-ajaran agama. Faktor genetik dan factor neurologis yang menghasilkan perilaku anti-sosial atau perilaku jahat lainnya , bias diatasi hanya oleh teknologi modern ; dua factor ini tak diulas lebih jauh pada kesempatan ini. Jika seseorang sedang mengalami tekanan psikologis yang sangat kuat untuk segera menjadi kaya raya karena yang bersangkutan tak mau hidup miskin atautau di kalahkan rekan-rekannya yang terus sukses secara material, atau harus segera mendapatkan uang dalam jumlah besar untuk suatu keprluan yang tidak bias dielakkannya, orang ini dapat bersikap masa bodoh pada ajaran-ajaran agamanya, lalu korupsi. Ketika seseorang hidup dalam suatu masyarakat yang sangat konsumeristik dan nyaris semua warganya mengejar kekayan sebagai gaya hidup modern yang normal,  orang ini dapat dengan mudah melupakan ajaran-ajaran agama yang dianutnya, lalu melakukan tindak pidana korupsi karena dia tidak mau berbeda dari praktek hidup normal orang-orang lain dalam masyarakatnya.
           Jika dalam suatu Negara nyaris semua penduduknya sangat saleh beragama, tapi korupsi tetap ada dan bahkan meningkat, kekayaan ini menunjukan agama dalam Negara itu bias jadi tak efektif membentuk jatidiri, watak dan perilaku warga dan masyarakatnya. Jika ini yang menjadi kekayaan,    usaha memberantas korupsi jelas tidak bias diserahkan hanya kepada pranata-pranata keagamaan,atau hanya lewat ajaran-ajaran agama dan kaidah-kaidah budi pekerti, atau hanya lewat hukum adat. Tidak bias lain; ada atau tidak ada agama, hokum positif harus di tegakan tanpa pandang-pandang bulu, pemberantasan korupsi harus menjadi kegiatan serius Negara yang sinambung, dan para pemimpin Negara dan masyarakat haruslah sosok-sosok yang berintegritas, jujur dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi untuk hidup bersih selamanya, sehingga bias diteladani. Disamping itu, masyarakat bersama pemerintah harus berusaha keras menengakkan suatu system ekonomi yang di dalamnya komptensi, keadilan, kesempatan untuk maju, dan solidaritas social, berinteraksi secara berimbang. Tetapi, korupsi juga bias didorong oleh ajaran-ajaran agama, misalnya ajaran bahwa setiap penganut agama ini akan dijamin kehidupannya leh tuhan sehingga tak akan hidup miskin,  melainkan akan kaya raya seperti tuhan dan mahakanya; ajaran semacam ini potensial mendorong orang beragama korupsi.  Dalam agama tertentu, ajaran semacamini disebut sebagai  “teologi sukses” atau  ‘’teologi kemakmuran”.  Tentu saja sukses dalam kemakmuran adalah hal-hal yang baik yang patut dikejar oleh setiap orang, sebab dengan kekayaan bita bias hidup lebih baik dan lbih sehat. Tetapi hendaknya kemakmuran dan sukses yang kita kejar, harus mendatangkan dampak positif bagi keseluruhan masyarakat, bukan hanya bagi kita. Berbeda dari “teologi kemakmuran” , ada juga agama tertentu yang mendorong umatnya untuk hidup bersahaja, tak melekat pada kekayaan duniawi, bahkan untuk menjadi miskin dengan rela, denga melepas kekayaan yang pernah dimiliki untuk kepentingan public. Tentu ajaran
agama yang semacam ini, meskipun dampak tak realistik, bias efektif meniadakan korupsi  jika memang umatnya menyetujuinya dengan iklas.

 C. korupsi dari perspektif hokum
           Korupsi merupakan perbuatan melawan hukum baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merugikan perekonomian atau keuangan Negara dari segi matriil perbuatan iti dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat. Mengingat bahwa korupsi merupakan kejahatn luar biasa, sehingga penanganan korupsi inipun tidak bisa dilakukan  dengan cara-cara yang biasa, harus dibedakan dengan tindak pidana khusus.
           Menurut wujudnya atau sifatnya, perbuatan-perbuatan pidana adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum khususnya korupsi merupakan perbuatan yang merugikan ekonomi dan keuangan Negara, menguntungkan diri sendiri, orang lain atau corporation dalam arti merupakan perbuatan buruk dan menyimpang bertentangan dengan atau menghambat dalam terlaksanannya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Dangan wujud dan sifat perbuatan tindak pidana korupsi yang spesifik, yaitu korelasi antara aspek hukum dan moral yang sangat komplek sehingga secara teoristik asas hukum dalam sistem hukum pidana akan sangat menguntungkan ratiologis dari suatu produk peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan korupsi  dalam rangka pemberantassn tindak pidana korupsi di Indonesia,   sesuai dengan asas hukum maka diterspkan tentang peraturan khusus tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu UU No. 3 tahun 1971, UU No. 31 tahun 1999 dan UU No. 20 tahun 2001,  akan tetapi peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk kejahatan seperti kejahatan perpajakan  money laundering, kehutanan, perikanan, pertambangan dan sebagainya yang deliknya dapat memenuhi unsur-unsur perbuatan korupsi,  berlaku peraturan perundang-undangan masing-masing.   Problem muncul ketika dalam proses penanggulangannya dilakukan seperti proses penegakan hukum dengan peraturan ini korupsi sebagai peraturan khusus atau tindak pidana khusus (tipidsus) menimbulkan system hukum dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi karena tidak dapat diterapkan system hukum hanya dengan asas legalitas formal tetapi juga mencakup asas legalitas materiil atau nonformil yang memengaruhi hubungan

antara hukum dan moral serta perkembangan budaya yang sangat cepat.   Oleh karena berbagai instansi membuat peraturan perundang-undangan tersendiri dengan membuat sanksi pidana sendiri, padahal dalam setiap kegiatan operasional instansi terdapat potensi korupsi, akan tetapi dengan peraturan khusus dalam undang-undang tersendiri sering kali menjadi tameng untuk melepaskan diri dari jeratan korupsi. Dengan demikian, dalam upaya penanggulangan kejahatan yang potensial korupsi tersebut didasarkan pada aturan  formil acara pidana biasa, bukan dengan aturan formil korupsi yang extra ordinarycrime.
           Penggunaan sanksi pidana melalui pencantuman bab tentang “ketentuan pidana” dalam suatu produkperaturan perundang-undangan pada hakikatnya dimaksudkan untuk menjamin agar peraturan produk perundang-undangan tersebut dapat ditaati dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Eksistensi sanksi pidana tersebut dimaksudkan untuk memperkokoh berlakunya peraturan perundang-undangan.Terhadap rumusan tindak pidana korupsi pada suatu peraturan perundang-undangan tidak selalu konsisten, artinya kebijakan mencantunkan substansi pasal tindak pidana korupsi bukan merupakan suatu keharusan untuk bersifat absolute dengan kata lain, meakipun suatu peraturan perundang-undangan potensial dengan korupsi bukan suatu inkonsistensi jika digunakan atau tidak delik korupsi dalam setiap produk peraturan perundang-undagan. Kebijakan penggunaan tersebut menggunakan problematic hukum inkonsisten dari system hukum yang mengatur perbuatan tindak pidana korupsi dn yang ada nanya tindak pidana umum/biasa. Penggunaan sanksi pidana dalam suatu produk perundang-undangan tersebut dengan sanksi tindak pidana biasa (ordinary crime).
           Fenomena social yag menonjol dalam system hukum pidana dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi antara lain transisi dan perubahan praktik system hukum pidana  dari cara tradisonal,  konvensional, nasional menuju system hukum yang global atau internasional. Masyarakat semakin dihadapkan dengan berbagaai persoalan yang sangat komplek dengan diikuti munculnya berbagai aturan baru dalam masyarakat yang secara dogmatik hokum. Pelaksaan system peradilan pidana meliputi subsistem hukum, struktur hukum dan budaya hukum bahkan kebijakan hukum secara yuridis formal bertentangan dengan undang-undang dasar 1945  hukum belum mencerminkan rasa keadilan yang diharapkan masyarakat.  Problematik hukum dalam praktik system hukum pidana pada system peradilan pidana korupsi diperlukan penelitian.Beberapa instrument hukum atau perundang-undangan yang potensial korupsi dan yang belum mengatur delik korupsi sebagai extra ordinary crime, tetapi hanya sebagai delik tindak pidana biasa. Hal ini mencerminkan terjadinya kesenjangan den implimentasi konsistensi system hukum pidana di Indonesia atau belum ada legal spirit yang menunjukan adanya sense of krisis terhadap korupsi.




BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
     Kesimpulan dari makalah ini ialah korupsi suatu perbuatan yang buruk dari manusia yang kenyataannya sangat sulit untuk  mengatasinya ,karena perbuatan ini kita sadari atau tidak sudah terbentuk dimasyarakat bahkan semenjak kita masih kecil,hanya saja kerugiannya masih kecil,berbeda dengan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat Negara yang memakai  kekuasaannya untuk kepentingan sendiri yang bisa sangat merugikan Negara atau masyarakat ,oleh karena itu dibentuklah Undang – Undang tentang pemberantasan pidana korupsi .dimana orang yang melakukan tindakan yang masuk kedalam ciri – ciri korupsi yang  telah dinyatakan sebagai  koruptor akan dihukum pidana penjara dan hukuman pidana denda sesuai dengan  Undang – Undang

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar